Sabtu, 06 Februari 2010

saranghanda

Saranghanda

Permulaan
“jessy kamu sudah bangun belum?” teriak papa dari balik pintu kamarku. “jessy cepat bangun, ini sudah jam tujuh kurang!” teriaknya kembali.
“iya jessy sudang bangun papa!” jawabku dari dalam kamar.
Mendengar teriakan-teriakan papa yang mampu memecah cakrawala, aku pun dengan segera bangun dari tempat tidurku yang begitu nyaman. Aku langsung mengambil handuk dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Sambil mendengarkan lagu favorit ku yaitu lagunya linkin park yang berjudul new divide, kalian pasti tahukan lagu ini? New divide adalah Ost film transformer 2.
Oke kalau begitu, sekarang aku akan memperkenalkan diriku pada kalian semua. Aku adalah jessyca adam anak tunggal dari willian adam dan lilian pramesti. Aku lahir di England pada tahun 1990, kata orang-orang aku ini mirip sekali dengan mamaku tapi sifatku tak beda jauh dari papa yang keras kepala dan tak perna mau mengalah untuk anak semata wayangnya. Sangat menjengkelkan sekali punya papa yang begitu keras dan tak tahu perkembangan zaman. Sampai sekarang aku masih di perlakukan seperti anak di bawah umur yang selalu di awasi dalam segala hal. Dan hari ini adalah permulan dari segalanya, aku dan papa pindah ke Indonesia karena masa jabatan papa di belanda sudah habis, jadi kami harus pulang ke Indonesia. Sejak aku berumur lima tahun kami selalu pindah-pindah ke Negara yang berbeda-beda maklum papaku adalah duta besar Indonesia jadi sering pindah negera. Dan yang terakhir ini adalah belanda, dari sekian banyak Negara yang aku singgahi aku paling suka Negara yunani, karena laut aigant yang begitu indah dan terutama dengan bengunan-bangunannya yang begitu menabjukan.
Setelah aku selesai mandi, aku langsung mengenakan seragam baruku yang telah dibeli Julian beberapa hari lalu di sekolah baru. Sampai sekarang aku tak tahu dimana aku akan sekolah, kerena Julian tidak perna mau menjawabku saat aku tanya padanya dimana aku akan sekolah. Julian selalu mengalihkan pembicaraan kalau aku bertanya padanya.
Dengan seragam lengkap aku menuruni anak tangga dengan berlari kecil dan langsung menuju ruang makan untuk serapan sama papa.
“selamat pagi jessy, bagaimana tidurmu?” tanya papa tanpa melepaskan pandangannya dari Koran pagi ini.
“pagi pa, tidur jessy biasa saja nggak ada yang istimewa.”balasku dengan menarik kursi dan meletakkan tasku di atas kursi sebelah.
“kamu itu harusnya lebih cepat bangun, karena hari ini adalah hari pertama kamu masuk sekolah.”ujar papa dari balik Koran. “baiklah kalau begitu Julian akan mengantar kamu ke sekolah barumu sekarang.” Lanjutnya.
“tapi pa, jessy belum makan!” seruku dengan wajah sangat marah.
“suruh siapa kamu bangun telat.” Balas papa dengan meletakkan surat kabar di atas meja. “kamu kan bisa makan di mobil, ini sudah jam tujuh lebih dua puluh menit. Papa tidak mau kamu telat di hari pertama sekolah.”lanjutnya dengan begitu acuh padaku.
“papa kejam!” teriakku.
Ku ambil sandwitch dan tas ku yang berwarna hitam dengan corak yang tidak begitu jelas. Aku cepat berlari kearah pintu rumah dan di depan rumah sudah ada pak ujang menunggu di samping mobil BMW warna hitam. Dan dari luar mobil aku dapat melihat sosok seorang pria yang sudah duduk manis di samping kursi pak ujang, tidak salah lagi itu adalah Julian yang super menyebalkan. Sesampainya aku di samping mobil, pak ujang membukakan pintu belakang untukku.
“selamat pagi jessy.”sapa Julian dengan senyum yang sangat menyebalkan seolah dia meledekku.
“pagi juga Julian.”jawabku dengan ketus
“pak ujang kita jalan saja sekarang, nanti kita bisa terkena macet kalau kesiangan.” Perintahnya pada pak ujang.
Julian tak lebih dari sekretaris pribadi papa, tapi laganya seperti bos dan ibu untuk ku. sejak ibu meninggal lima tahun yang lalu dia yang selalu mengurusi sekolahku, karena papa tak perna sempat mengurusi hal sepele seperti itu. Jadi papa lebih suka Julian yang mengurusi segala kebutuhanku. Menyebalkan bukan?? Selama perjalan aku dapat melihat kota Jakarta dengan jelas karena selama ini aku hanya melihat kota Jakarta dari layar kaca. Terakhir kali aku ke Jakarta adalah waktu mama di kebumikan, kira-kira umurku masih sepuluh tahun. Dan itu hanya dua hari karena aku waktu itu sedang melaksanakan ujian semester. Jalan Jakarta hari ini sudah cukup padat dengan mobil dan motor yang sudah wara-wiri di jalanan yang kecil ini. Entah aku akan sekolah dimana dan bagaimana anak-anaknya, biasanya aku tak ambil pusing dalam hal ini, karena aku sudah biasa pindah-pindah sekolah. Tapi untuk kali ini aku takut sekali karena kemungkinan untuk pindah ke sekolah lain sangat kecil sekali. Karena papa sudah bilang aku tidak akan di pindahkan kesekolah lain walau apapun alasanya. Kalau papa sudah bilang seperti itu papa pasti tidak akan mengubah fikiranya.
Mobil sudah berhenti di depan sebuah gedung tua dengan warna coklat yang sudah mulai pudar. Julian segera keluar dari mobil dan membukakan pintu untukku. Untuk sesaat aku ragu untuk keluar, tapi karena Julia sudah melihatku dengan pandangan yang begitu sinis, aku pun segera turun dari mobil. Dengan seksama aku pandangi gedung tua itu dan Julian segera menarik tanganku dan mengikutinya. Aku berjalan dengan sangat hati-hati di halaman gedung tua ini, aku tak tahu apakah gedung ini pantas untuk di sebut sekolah atau tempat pembuangan narapidana. Gedungnya sangat ketinggalan zaman dan temboknya perlu untuk di cat ulang. Anak-anak yang wara wiri begitu culun dan cupu, mereka semua memakai seragam yang sudah mulai lusuh dan rok dan kemejanya begitu kebesaran. Seragam itu pasti tidak cocok dengan badanku yang kecil ini. Untung aku sudah mengecilkan seragam ini kemarin, kalau nggak aku bisa terlihat cupu juga seperti mereka semua. Bagaimana mungkin papa menyuruhku sekolah di tempat seperti ini? Apa yang telah direncanakan papa sekarang? Lihat saja nanti, sepulang sekolah aku akan langsung ke kantor papa untuk protes. Aku tak mau di perlakukan seperti ini, aku ingin sekolah di tempat yang lebih bagus dari sekolah ini. Batinku.
Semua orang memandang kearah aku dan Julian, entah apa yang aneh dari kami berdua. Dengan sedikit berlari kecil aku mengikuti langkah Julian yang panjang. Setelah sampai di depan pintu besar dan tua, Julian mengetuk pintu dengan jarinya.
“silahkan masuk.” Perintah seseorang dari balik pintu.
Julian membuka pintu secara berlahan dan kami berdua serentak melangkahkan kaki masuk ke ruangan yang penuh dengan buku-buku yang tidak aku ketahui judulnya.
“selamat pagi bu dewi, bagaimana kabar anda hari ini?”ujar Julian sambil mengulurkan tangannya kepada ibu paruh baya itu.
“kabar saya baik-baik saja hari ini.”jawabnya.
“bu dewi perkenalkan ini jessyca adam.” Ujarnya.
Kemudian bu dewi mengulurkan tangannya yang sudah keriput itu pada ku. dan aku sambut dengan sedikit takut.
“oh jadi ini anaknya adam? Bagaimana kabarmu jessy?” tanyanya dengan sok kenal.
“kabar saya baik bu!” jawabku dengan ketus.
“jessy kamu aku tinggal. kamu yang baik disini!” ujar Julian sok perhatian padaku. “nanti kalau kamu sudah pulang aku jemput lagi!.” Lanjutnya.
“terserah kamu saja! Kalau nggak di jumput aku juga bisa pulang sendiri.”ketusku.
“baiklah kalau begitu. Tunggu aku sampai menjumputmu di sekolah, jangan kemana-mana.” Perintahnya.
“apa? Gedung jelek seperti ini masih di sebut sekolah? Gedung ini labih pantas di sebut tempat pelarian narapidana atau mungkin lebih tepatnya penjara. Tempat ini begitu tua, jelek dan coba kamu lihat! Catnya saja sudah pada pudar, sepertinya perlu dana tambahan untuk memperbaiki semua ini.”
“jessy jaga bicara mu itu!” bentak Julian padakku
“tidak apa-apa pak Julian, memang apa yang di katakana oleh jessy itu benar sekali. Gedung ini memang sudah tua, tapi kamu perlu tahu jessyca adam! Sekolah ini telah mengeluarkan siswa-siswi yang sangat berbakat dalam segala bidang. Sebagai contoh adalah ardian heru yang telah sukses menjadi arsitek internasional. Dan banyak pengusaha serta pemimpin Negara yang meninbah ilmu di sekolah tua ini.” Jelasnya panjang lebar.
“maaf bu dewi, jessy memang tidak bisa mengontrol bicaranya.”
“tidak apa-apa pak Julian.”
“jessy kamu sakarang aku tinggal. Jaga tingkah lakumu mulai sekarang. Jangan bicara seenakmu dan jangan bertindak yang tidak-tidak. Apa kamu mengerti jessy?” ujarnya dengan muka serius padaku.
Aku tetap tak mengacuhkan apa yang di katakana oleh Julian. “lihat saja kalau sudah pulang! Aku mau bicara sama papa kalau aku tak mau sekolah disini. Bila perlu aku tak akan sekolah seumur hidupku kalau papa masih tetap tidak memindahkan ku ke sekolah lain.” ujarkku dalam hati.
“bu dewi aku titip jessy pada anda.”ujar Julian.
“memang aku barang apa di titipin segala?”seruku pada julian.
“anda tidak perlu kwuatir dalam masalah itu pak Julian.”
“saya percaya pada anda.” Ujar Julian sambil mengulurkan tangannya pada bu dewi dan segera meninggalkan kami berdua di dalam ruangan yang sangat jelek ini.
“baiklah nona jessy, saya akan mengantar kamu ke kelas mu.” Bu dewi membukakan pintu untukku. Aku segera mengikutinya dari belakang karena jalannya sangat cepat sekali. Aku jadi berfikir dia itu perempuan atau laki-laki? Di depan aku melihatnya berhenti di depan pintu dan mengetuknya. Seorang wanita muda keluar dari dalam ruangan itu dengan mengenakan rok kotak-kotak yang panjangnya melewati lutut sedikit. Sangat norak sekali pakaian wanita muda itu. Batinku. Masa di zaman se modern ini masih ada orang yang berpakaian seperti itu. Lanjutku dalam hati.
“bu fanny perkenalkan ini jessyca adam. Murid baru yang akan masuk di kelasmu.”
“jessy ini bu fany. Dia akan menjadi wali kelasmu mulai sekarang.”
“pagi jessy! Kamu akan saya perkenalkan dengan teman-teman barumu.” Ujarnya dan membukakan pintu kelas yang sudah mulai rapuh.
Aku memasuki ruangan kelas dengan wajah yang cemas. Sesaat aku terdiam berdiri di depan pintu saat melihat teman-teman baru ku ini. Meraka sangat kampungan dan kuno sekali. Meraka mengenakan seragam yang kebesaran semua dan rambut meraka seperti tidak terurus dengan baik. “jangan-jangan mereka tidak perna keramas lagi?” tanyaku dalam hati. Saat aku memasuki ruangan kelas, sepertinya mereka melihat mahluk luar angkasa. Meraka semua memperhatikanku dari ujung kaki sampai ujung kepala. “apa ada yang salah dengan diriku?” tanyaku dalam hati sambil memperhatikan diriku sendiri.
“anak-anak kalian kedatangan seorang teman baru?” seru bu fanny dengan suara yang lumanya kecang. Anak-anak itu belum bisa melepaskan pandangan meraka dari diriku. “baiklah kelau begitu, kita dengarkan perkenalan dari teman baru kita ini. Jessy silahkan perkenalkan namamu pada teman-teman baru ini.”
“perkenalkan nama saya jessyca adam”ujarku dengan cuek.
“loh kok nama saja jessy?” tanya bu fanny dengan wajah tak puas.
“memang apa lagi bu? Kata ibukan Cuma memperkenalkan nama saja tadi.”tanyakku dengan ketus.
“tempat tanggal lahir, hoby mungkin!”
“baiklah kalau begitu! Saya lahir tanggal 25 juli tahun 1990 di inggris. Dan untuk hobi, saya suka mendengarkan lagu rock dan main drum! Apa itu cukup bu?” tanyaku semakin kesal sama guru yang satu ini.
“baiklah! Anak-anak apa ada yang ingin kalian tanyakan pada teman baru kalian ini?”
“saya bu.”Teriak seorang gadis culun dan dengan rambutnya yang di kuncir dua dari belakang kelas.
“oke. Apa yang akan kamu tanyakan maria?”
“saya mau tanya…!apa jessy perna ketemu dengan pangeran willian dan pangeran harry?”
Mendengar pertanyaan itu aku jadi ingin tertawa sendiri! Pertanyaan apa itu? Tak ada arti sama sekali. Ucapku dalam hati.
“jessy jawab apa yang tanyakan oleh maria.”
“apa itu penting??”tanyaku
“itu adalah pertanyaan teman mu, maria ingin tahu apakah kamu perna bertemu dengan pangeran harry dan william? Dan kamu wajib menjawabnya!”
“kenapa harus aku jawab! apa itu penting menurut ibu?”ketusku padanya.
“itu sangat penting untuk maria.”
“penting?? Apa istimewanya sih, pangeran harry sama pengaran willian buat dia?” tanyaku dengan penasaran.
“karena saya ingin sekali ke inggris dan saya juga ingin tahu bagaimana rasanya menjadi seorang keluarga kerajaan!” jawab maria dari belakang kelas.
“baiklah kalau kamu sungguh ingin tahu! Saya sering sekali bertemu meraka. Apa kamu sudah puas dengan jawabanku?? Maaf bu apa saya sudah boleh duduk sekarang? Saya sudah capek berdiri dari tadi.”ketusku pada bu fanny.
“baiklah. Kamu boleh duduk di sebelah donny!”ujarnya dengan menunjukkan kursi kosong dekat jendela. Dengan segera aku pergi ke kursi kosong yang telah di tunjuk olah bu fanny. “baiklah anak-anak sekarang kita lanjutkan pelajaran hari ini, sekarang kalian bukunya halaman 57. Di pelajaran hari ini kita akan membahas tentang tenses. Apa ada yang tahu tenses itu apa?”lanjutnya.
“saya tahu bu!” Jawab maria dari kursinya sambil menunjukan jarinya ke atas.
“baiklah maria. Apa kamu bisa menjelaskan tentang teses itu apa?”
“tenses adalah bentuk-bentuk perubahan kata kerja dalam tata bahasa yang menunjukkan suatu kejadian atau perubahan yang sesuai dengan waktu atau kejadian.”jelas maria dengan lengkap dan jelas.
“wah bagus sekali maria! Apa ada yang tahu tenses di golongkan menjadi berapa bentuk?” tanya bu fanny kembali.
“enam belas bu!”jawab seorang cowok dari depan.
“ferry bisakah kamu memberikan contoh pada ibu?”
“yang pertama adalah simple present tense, kedua present continuous tense dan yang ketiga adalah present perfect tense.”
“bagus ferry!”puji bu dewi “ untuk sekarang kita akan mempelajari bentuk tenses yang pertama yaitu; simple present tense. Rumusnya adalah I/We/They + infinitive atau He/She/It + infinitive + -s/es……………” bu fanny sangat semangat sekali menjelaskan tenses pada murid-muridnya. Aku sangat bosan sekali mendengar pelajaran yang satu ini. Sejak aku sekolah dasar di inggris aku sudah sering mendengar pelajaran ini, bahkan semua rumusnya sudah ada dalam otakku. Saking bosannya akupun mengeluarkan ipod appleku dari tasku. Selama pelajaran aku asyik mendengarkan lagu-lagu kesukaan.
Bunyi bel tanda pulang sudah di bunyikan, aku segera memasukan buku dan segala perlengkapan belajarku ke dalam tasku. Dan aku segera pergi meninggalkan kelas dengan tetap menghidupkan ipodku. Pelajaran hari ini tak ada yang menarik. Yang di pelajari dari tadi pagi hanya pelajaran yang sudah aku pahami semua. Apa nggak ada pelajaran yang lebih menyenangkan apa di sekolah ini selain belajar materi terus! Membosankan sekali. Kalau kelamaan disini aku bisa gila duluan. Pokoknya aku harus minta pindah sama papa hari ini. Aku tak mau jadi anak culun dan kampungan seperti mereka semua.














Hal Memalukan
Setelah lama menunggu di depan sekolah akhirnya pak ujang datang juga menjemputku. Semua siswa-siswi yang sekolah di sini mereka semua tinggal di asrama. Ada asrama untuk putri dan putra yang jaga ketat oleh penjaga asrama masing-masing. Mereka hanya boleh pulang seminggu sekali, mereka sangat kasihan sekali, fikirku. Dengan cepat pak ujang membukan pintu untukku di belakang pak ujang, dengan segera aku duduk dalam mobil. Secara berlahan kami pergi meninggalkan sekolah tua itu.
“pak kita langsung ke kantor papa saja yah!”
“tapi kata pak Julian, non jessy harus bapak antar langsung kerumah.”
“pak! Memang Julian itu siapa? Dia itu Cuma assisten pribadi papa saja. Dia itu nggap berhak mengatur hidup jessy, jessy bisa melakukan semuanya dengan sendiri. Pokoknya pak ujang antar jessy ke kantor papa sekarang.” Aku sangat sebal sekali sama pak ujang, kenapa dia itu mau-maunya menuruti perintah Julian berengsek itu.
“baik non.”jawab pak ujang dengan tetap mengendalikan setir.
Aku mau protes sama papa soal sekolah baru ku ini. Masa aku disuruh sekolah di tempat seperti itu, bukannya aku tambah berkembang tapi malah akan menjadi gila. Sesampainya di depan kantor papa, aku langsung menuju lift dan aku tekan angka lima untuk kekantor papa. Dengan persekian detik aku sudah sampai di lantai lima dan lift pun terbuka. Aku segera keluar dan berjalan menuju kantor papa, tapi tiba-tiba ada yang memcegah langkah ku dengan menarik tanganku dari belakang.
“Julian kamu kenapa sih?”
“jessy pak adam sedang ada pertemuan dengan beberapa bagian divisi di kantornya. Jadi kalau mau bertemu dengan beliau, kamu harus tunggu sebentar.”jelasnya
“tapi ada yang penting yang ingin aku bicarakan sama papa sekarang ini.”teriakku padanya.
“tapi kamu harus tunggu!” ujarnya dengan menahan emosi. “Oh iya aku tadi sudah menyuruh pak ujang langsung mengantarmu ke rumah, kok kamu malah datang ke sini?”lanjutnya
“terserah aku dong! Aku mau kemana kek itu bukan urusanmu.”ujarku dengan melangkahkan kakiku ke kantor papa.
“jessy kamu harus tunggu pak adam sampai selesai!”ujarnya sambil menarik tanganku.
“nggak mau! Aku mau ketemu papa sekarang.”teriakku kembali sambil menarik tanganku dari gemgamannya yang begitu kencang.
“apa kamu tidak mengerti apa yang aku bilang barusan? Pak adam sedang ada pertemuan!”ujarnya dengan sinis dan mulai mendudukkan aku di ruang tunggu.
“Julian kamu itu sangat menyebalkan banget yah! Kamu itu memang senang banget yah kalau melihatku menderita.”ujarku dengan menepiskan tangannya dari pundakku
“maksud kamu apa?”
“jangan pura-pura nggak ngerti dech! Maksud kamu memasukkan aku ke sekolah itu apa? Kamu mau melihat aku mati kutu di sana? Tapi jangan kuatir aku akan minta pindah sama papa. Aku nggak mau lagi sekolah di sana mulai besok.”bentakku pada julian
“memang apa jeleknya sekolah itu?”
“Julian kamu itu pintar tapi bodoh banget yah! Sekolah itu jelek banget dalam segala hal, tak ada yang bisa di adalkan dari sekolah itu.”
“menurutku sekolah itu sangat bagus.”
“apa??” tanyaku dengan kaget. “memang apa yang membuatmu sangat menyukai sekolaj jelek itu?” lanjutku dengan wajah penasaran.
“walaupun sekolah itu sudah jelek bangunannya, tapi sekolah seperti itu mampu menumbuhkan bibit-bibit yang sangat intelektual dan kreatif.”jelasnya.
“memang kamu itu nyebelin banget yah!”cetusku. “aku mau ketemu papa sekarang!”erangku semakin kecang.
aku mencari sedikit celah untuk melarikan diri dari Julian dan segera saja aku menerobos pintu kantor papa. Julian berusaha mengejarku tapi sayang sekali Julian terlambat, aku berhasil masuk ke kantor papa!
“papa aku perlu bicara sekarang” teriakkku
“jessy apa kamu tidak bisa menunggu papa sebentar.” Ujarnya dengan membawa kertas di tanganya yang dijilid rapih. Aku mulai masuk kedalam kantor.
“jessy mau bicara penting sama pa….pa…”ucapku dengan terputus, karena semua mata yang ada dalam ruangan papa sekarang menatap ke arahku. Aku setengah malu saat mereka semua melihat ku dengan bersikap tidak sopan seperti ini.
“maaf pak! Saya tidak bisa menahan jessy!” ujar Julian pada papa
“tidak apa jullian, biarkan saja jessy di dalam. Kamu kerjakan saja tugas kamu yang lainnya.”ujar papa.
Aku segera menuju meja kerja papa dan meletakkan tasku di atas meja dan menjatuhkan badanku di atas kursi kerja papa. Aku mulai membuka tumpukan kertas-kertas yang di atas meja dan mulai membaca semua yang ada disana. Papa bilang aku itu seperti mama, aku bisa membaca satu buku dalam hitangan jam! Bahkan tumpukan kertas ini sudah selesai aku baca sebelum rapat selesai. Dan aku dapat memahami dan menghafal semua yang di tulis di proposal dan laporan papa.
Aku mulai bosan, aku mulai mencari-cari kegiatan yang lebih menarik. Tapi aku tak menemukan yang mampu menarik perhatianku. Aku pun terhanyut dalam rapat dan mulai mendengarka pembicaraan mereka yang semakin memanas. Setelah menunggu lama, akhirnya selesai juga itu rapat. Mereka pergi dengan beraturan dan sekarang tinggak aku dan papa.
“papa aku mau pindah sekolah!”teriakku “jessy nggak sanggup kalau jessy sekolah di sana. Papa…jessy mau pindah!” aku berteriak-teriak seperti anak kecil.
“papa tidak akan memindahkan kamu kesekolah lain.”ucap papa dengan tegas.
“tapi papa!”
“tidak ada tapi-tapian!”
“papa…!”aku semakin berteriak kencang sambil melepar kertas yang ada di meja papa.
“jessy kamu itu sudah besar, harusnya kamu itu lebih giat belajarnya dan jangan seperti anak kecil terus.”papa pun ikut berteriak. Memang kami sudah sering seperti ini, selalu berteriak satu sama lain.
“papa yang selalu memandangku seperti anak kecil! Papa juga nggak perna perhatian sama jessy, jessy selalu kesekolah dengan Julian”
“maaf pak ada yang harus bapak tanda tanganin sekarang.”tiba-tiba Julian masuk kedalam kantor.
“Julian jangan pergi.”teriakku
“iya..!”jawabnya dengan wajah kaget.
“aku mau tanya sama kamu, apa kamu itu orang tuaku?”ujar sambil menghapirinya berlahan.
“bukan.”jawabnya dengan tegas.
“lalu kenapa kamu harus selalu mengatur hidupku?”
“maaf saya tidak mengerti apa-apa!”ucapnya dan pergi meninggalkan aku dan papa di kantor.
“papa melakukan itu semua untuk kamu jess!”
“untuk jessy! Apa itu alasan yang tepat untuk memperlakukan jessy seperti ini terus. Papa nggak perna memjemput jessy kesekolah sejak mama meninggal!”
“jessy…jessy bukan seperti itu!”
“lalu seperti apa papa? Apa Julian papa gaji untuk menggantikan peran papa untuk jessy.”teriakku dengan emosi.
“jessy kamu tidak boleh berkata seperti itu.”papa membentakku.
“memang seperti itu yang terjadi papa.”aku semakin berteriak.
“jessy….papa sayang sama kamu.”papa mulai menghampiriku
“nggak papa!papa nggak sayang sama jessy!”
“sayang kamu nggak boleh bilang seperti itu.”
“papa nggak perna sayang sama jessy! Aku benci papa….!”teriakku pada papa dan meninggalkan papa di kantor. Aku berlari dengan linangan air mata, tanpa memperhatikan kanan kiriku.
Aku kesal dengan kehidupan ku yang seperti ini aku lebih senang pergi dari hadapan papa daripada aku harus menangis di hadapanya dan terlihat menjadi seorang yang lemah. Aku dengan cepat-cepat menuruni tangga darurat dan dengan semponyongan keluar dari gedung kantor papa.
“Julian tolong ke kantor sekarang!”perintah papa dari iphone kantor pada Julian.
“iya pak, ada yang bisa saya bantu.”Julian dengan cepat datang ke dalam kantor papa.
“tolong cari jessyca, dia tadi pergi tanpa membawa tas dan dompetnya. Saya takut ada apa –apa dengannya di jalan.”
“baik pak, saya akan mencarinya. Tapi kemana saya akan mencarinya pak?”tanya Julian.
“saya juga tidak tahu, dia tidak mengenal jalanan Jakarta. Makanya saya minta tolong kamu untuk mencarinya.”minta papa pada Julian dengan penuh harapan.
“baiklah pak, saya akan berusaha.”
“saya percaya kamu mampu menemukannya.”
“kalau begitu saya permisih pak.”pamit Julian.
“silahkan Julian, saya mengandalkan kamu julian”ujar papa sambil menepuk bahu Julian dengan tangannya.










Malam yang dingin
Sepanjang jalan aku hanya berlari, aku tak dapat mengerti kenapa papa selalu bersikap seperti ini padaku. Papa selalu tak perna mengerti apa yang aku inginkan. “aku benci papa!” teriakku di tepi jalan, dan orang-orang memperhatikan aku dengan tatapan yang begitu mencurigakan. Aku mulai menelusiri jalan Jakarta dengan hati yang begitu panas. Matahari Jakarta sudah berwarna jingga, dan aku tak tahu dimana aku sekarang ini.
Bulan pun sudah menunjukan wajahnya di langit yang hitam. Aku masih berjalan dan terus berjalan, entah aku akan bisa kembali kerumah atau tidak. Aku tidak perduli sama papa, karena papa juga nggak perna peduli sama aku. “papa brengseeek!” teriakku dengan suara yang begitu keras tapi tak seorang pun yang menoleh kearahku. Mungkin mereka fikir akuk ini orang gila yang sedang kelaparan.
“ting…tong…”suara bel rumah berbunyi.
“malam pak.”sapa julian
“malam Julian. Apa kamu sudah menemukan jessyca?”
“maaf pak, saya belum bisa menemukan jessy.”
“apa saya perlu lapor kepada polisi?”
“sepertinya tidak perlu pak. Karena saya yakin saya mampu membawa jessy pulang kerumah.”
“tapi Julian ini sudah jam sepuluh malam! Dan sampai sekarang kamu belum menekan jessyca! Saya sangat kuatir sekali dengan jessyca.”
“saya mengerti pak, tapi kalau bapak melapor kepada pihak polisi itu butuh waktu 24 jam setelah kehilangan. Dan sekarang jessy baru hilang enam jam, jadi itu percuma saja”
“lalu bagaimana ini Julian? Jessy nggak perna pergi selama ini. Jessy pasti ingin pulang tapi dia nggak tahu jalan pulang. Atau jangan-jangan jessy di bawa sesorang pergi?”
“maksud pak adam apa?”
“maksud saya, mungkin jessy di culik.”
“itu tidak mungkin pak.”
“kenapa nggak mungkin?”
“kalau jessy di culik, pasti orang yang menculik jessy sudah meminta uang tebusan sama bapak!”
“iya juga. Lalu kemana jessy pergi?” tanya papa dengan wajah cemas.
“bagaimana kalau kita pergi mencari jessyca bersama-sama.”ajak Julian.
“baiklah kalau begitu. Saya siapkan dulu mobilnya.”jawab papa

Jalan-jalan Jakarta sudah mulai sepi, dalam gelapnya malam aku duduk dikursi yang sudah usang. Aku menaikan kedua kakiku dan melarangkul kedua lututku. Malam ini begitu dingin dan akupun sudah begitu lapar, batere ipodku pun sudah habis. Dalam keadaan seperti ini aku hanya dapat marah-marah kepada nyamuk yang selalu menggigitku tanpa pengampunan. Aku marah kepada papa, marah pada Julian dan marah pada keadaan ku sekarang ini.
“mama…jessy benci papa!”teriakku pada gelapnya malam.
“mama….jessy mau ikut mama! Jessy nggak mau sama papa, papa nggak sayang sama jessy, papa nggak perna peduli sama jessy!” aku mulai teriak-teriak sendiri di tepi jalan.
“mama…papa jahat!!!”aku semakin berteriak keras pada malam. Dan semua orang yang melewati jalan melihatku dengan pandangan yang begitu mencurigakan.
“hai cantik, lagi menunggu aku yah?”goda beberapa orang padaku.
“don, jangan seperti itu. Yang benar begini nich.”ujar seorang pria kurus dengan mengenakan baju warna biru.
“sayang kamu sudah lama nungguin aku yah?”ujarnya padaku sambil berusaha menyentuhku.
Aku hanya diam melihat mereka memperlakukan akku seperti ini. Aku berusaha untuk menahan emosiku yang sedang meledak-ledak sekarang.
“cantik, kamu mau kita kemana?”godanya lagi padaku.
“sayang kamu jangan sok jual mahal begitu donk. Memang biasanya kamu dibayar berapa sih?”ujar cowok berbaju biru.
“wajahmu cantik juga.”ujar cowok berbaju hitam sambil memegang daguku dengan tangannya yang kasar.
“pergi kalian!”ujarku
“uh…takut!”sindir mereka berdua.
“aku bilang pergi!”
“jangan takut sayang, kita tidak akan menyakitimu!”mereka mulai mendekatiku dan berusaha menyentuh pipiku.
“benar cantik, kalau kamu mampu memuaskan kami! Nanti kita akan bayar kamu lebih.”
“pergi kalian…!”teriakku sambil berdiri.
“jangan takut sayang..”mereka mulai menyentuhku dan berusaha menciumi ku. aku berusaha melepaskan diri dari mereka berdua dengan menginjak kaki cowok berbaju biru. Pria itu berteriak dan mulai semakin kencang memengangi tanganku. Aku berteriak tapi tak seorangpun yang mendengarku. Aku menggigit tangan berbaju hitam dengan gigi tajamku. Tapi mereka masih terlalu kuat untuk aku lawan..dengan beberapa gerakan dan gigitan akhirnya aku terbebas dari cengkraman mereka. Aku menonjok muka yang berbaju biru dan menendangnya dengan begitu keras di bagian vitalnya. Pria itu berteriak kesakitan dan mulai berjalan mengangkang. Dan yang pria yang berbaju hitam mulai takut melihatku, aku segera menjambak rambutnya yang sedikit gondrong dan mulai menonjok perutnya beberapa kali. dia berhasil menghindari beberapa tendanganku dan akhirnya aku berhasil menonjoknya tepat di hidungnya dan dia mengelurakan darah. Meraka berusaha bekerja sama untuk menangkapku yang satu memengang badaku dari belakang dan yang satunya membuka seragamku. Tapi aku berhasil menyikut pria yang memgangku dan dia melepaskan tangannya dari badanku. Aku segera member pelajaran kepada mereka berdua. Aku berusaha keras untuk menghajar meraka berdua tapi sebelum mereka mati ku hajar mobil polisi datang dengan beberapa aparatnya.
“berhenti!”ucap seorang polisi yang keluar dari mobil patroli. Aku masih tetap saja menghajar mereka dengan beberapa pukulan.
“saya perintahkan anda berhenti!”ujarnya dan mengeluarkan pistol dari sarungnya. Lalu aku berhenti mengajar mereka dan pak polisi menghampiriku dan mengambil borgolnya dan kedua tanganku langsung di borgol dan dibawa ke kantor polisi. Kedua bajingan itu langsung di bawa kerumah sakit karena mereka berdua luka parah.
Mobil pun berhenti di depan kantor polisi dan pak polisi itu membawaku seperti penjahat yang buru saja membunuh. Sesaat sesudah membukakan pintu mobil aku melirik name tag pak polisi itu. Dan nama pak polisi ini adalah sudrajat. Namanya jelek bangat sih! Ucapku dalam hati.
“silah duduk nona.”perintah pak polisi. “baiklah boleh saya lihat KTP mu sekarang.”ujarnya sambil sibuk dengan beberapa kertas di mejanya.
“maaf pak saya tidak punya KTP.”
“bagaimana mungkin anda tidak mempunyai KTP?”bentaknya
“maaf pak, apakah anda buta?”
“apa?”bentaknya kembali.
“bapakkan bisa lihat saya ini masih memakai seragam.”ujarku dengan santai dan menyenderkan badanku ke kursi.
“oh ia yah!” ujarnya. Aku hanya bisa tersenyum melihat tampang bodohnya yang mampu membuatku tertawa. “lalu mana kartu pelajarmu?” lanjutnya.
“saya tidak punya pak.”
“bagaimana mungkin kamu tidak punya kartu pelajar?”
“memang seperti itulah pak.”ucapku santai.
“kalau begitu berikan nomor telepon orang tuamu.”
“orang tua saya sudah meninggal pak.”
“walimu..!”ucapnya sambil memandangku dengan wajah jengkel. “jangan bilang kamu tidak punya wali?”lanjutnya dan meletakkan pulpen yang ada di tangan kirinya.
“ya sudah kalau bapak mau nomor wali saya, saya akan berikan.”
“berapa nomornya?”tanya dengan wajah serius
“saya sajalah pak yang telepon!”ucapku. aku langsung mengangkat gagang telopon menekan nomornya Julian.
“selamat malam!”sapa Julian dari teleponnya.
“Julian bisa ke kantor polisi sekarang nggak?”
“hah…jessy bagaimana kamu bisa sampai kantor polisi?”tanya Julian dengan nada tak percaya.
“bisa saja bodoh.”ucapku dengan ketus.
“baiklah aku dan pak adam akan segera ke sana.”
“hah…..!mang papa masih peduli sama jessy?” ucapku dengan sangat emosi. “papa nggak perlu ikut.”lanjutku.
“tapi pak adam ada bersama saya sekarang.”
“terserah kamu saja, yang penting jemput jessy sekarang juga.”bentakku pada Julian.
“kamu jangan kemana-mana, tunggu kami disana.”
“ya ialah aku tunggu! Masa aku kabur dari kantor polisi.”
“tunggu yah!”ucap Julian
“tot…tot…”terdengar bunyi nada telepon di tutup.
“sebentar lagi Julian akan kesini.”ucapku pada pak polisi.
“baiklah kalau begitu! Kamu tunggu sebentar disini, saya akan persiapkan laporan untuk perbuatan mu ini.”
“saya tidak salah pak! Mereka yang memulai semua ini.”
“tidak ada alasan untuk perbuatan mu ini.”ucap dan pergi meninggalkan ku di kursi mejanya.
“pak saya tidak bersalah!”teriakku pada pak polisi.
Detik demi detik sudah berlalu, aku begitu bosan berada di tempat ini. Tak ada yang bisa kulakukan disini selain menunggu. Setelah lima menit pak polisi akhirnya kembali ke kursinya dan mulai mengerjakan beberapa tugasnya. Aku berusaha mengisi waktuku dengan melihat-lihat beberapa brosur yang ada di meja pak polisi. Tapi semua yang tertulis di brosur itu adalah kebohongan belaka, semua itu adalah bohong. Semua tertulis beberapa undang-undang dan beberapa pasal-pasal soal Korupsi. Tapi selama ini, setahu aku di Jakarta ini banyak sekali koruptornya. Pasti para polisi juga tahu sapa saja koruptornya tapi mereka tak berani mengungakapnya atau jangan-jangan uang tutp mulutnya lebih besar dari gaji mereka. Tapi aku nggak peduli dengan mereka, memang mereka siapa aku? Nggak penting banget aku mekirin mereka.
Setelah lama aku menunggu akhirnya aku melihat dua sosok pria memasuki kantor polisi.
“jessy kamu baik-baik saja?”tanya papa dengan panik. Sambil melihat wajahku yang sudah lebam-lebam.
“memang papa masih peduli dengan jessy?”ucapku dengan jutek dan menyingkirkan tangan papa dari wajahku.
“pak apa yang terjadi?”tanya Julian pada pak sudrajat.
“tadi saya menemukan jessy sedang beratam dengan dua pria di tepi jalan. Dan kedua pria itu sekarang berada di rumah sakit karena luka yang di alami kedua korban sangat serius.”
“apa pak?korban? sebenarnya korbannya itu jessy, bukan mereka. Dari tadikan jessy kan sudah bilang mereka yang mulai menggangguku.”jelasku kembali pada pak sudrajat.
“tapi yang saya lihat adalah kamu sedang menghajar mereka berdua, bukannya kamu yang sedang di ganggu.”
“memang polisi-polisi sekarang ini lebih percaya apa yang di katakana penjahat yah!’ sindirku
“lalu bagaimana pak? Apa jessy bisa kami bawa pulang?”tanya Julian
“bisa pak, tapi bapak harus menandatangi beberapa berkas. Oh yah anda siapanya anak ini?”
“saya adalah assisten papanya jessy. Dan perkenalkan ini adalah papanya jessyca.”
“apa?bukankah papanya jessy sudah meninggal.”ucap pak polisi. Tiba-tiba saja mereka bertiga memandangiku secara bersamaan.
“tidak pak, ini adalah papanya jessyca.”
“jessy kamu bilang apa sama pak polisi?”tanya Julian padaku dengan wajah marah.
“memang ia kok papa jessy sudah nggak ada.”ucapku
“tapi pak adam masih hidup, kamu tidak boleh mengatakan hal seperti.
“terserah jessy dong.”
“baiklah pak mana berkas yang perlu di tandatangani?” tanya papa.
“silahkan pak sebelah sini.”ucap pak polisi dan menunjukkan kertasnya. Papa langsung saja menandatangi kertas itu dan melihat kearahku dengan penuh emosi. Pasti nanti dirumah akan perang dingin lagi.
“pak adam apa kabarnya?”sapa seorang pria gendut.
“malam pak nainggolan, kabar saya baik-baik saja! Bagaiman dengan pak nainggolan sendiri?”sapa papa dan mereka pun berjabat tangan.
“apa yang pak adam lakukan malam-malam seperti ini di sini?”
“saya sedang mengurus anak saya jessyca.”ucap papa dan memperkenalkan aku dengan pria gendut ini. Ku jabat tanganya yang begitu besar, mungkin kira-kira jari-jarinya tiga kali lipat dari jari-jari tanganku.
“malam jessy, sekarang kamu sudah besar yah!”basa-basinya
“ya ialah pak, kan dikasih makan sama papa.”sindirkku
“benar juga yah!”jawabnya “pak sudrajat kenalkan ini adalah pak William adam. Beliau adalah duta besar untuk belanda.”jelasnya pada pak sudrajat. Mendengar itu pak sudrajat jadi mati kutu, karena dia telah berani macam-macam dengan anak seorang duta besar. Aku melirik kearahnya dan dia jadi sedikit ketakutan.
“malam pak adam.”ucapnya sambil mengulurkan tanganya yang gemetaran kepada papa.
“malam pak sudrajat. Maaf telah merepotkan anda.”
“tidak apa-apa pak! Ini sudah menjadi pekerjaan saya.”
“maaf pak apakah korban yang telah dipukuli oleh jessy baik-baik saja?”tanya Julian.
“mereka baik-baik saja pak.”jawabnya dengan gemetar.
“apakah perlu dana untuk biaya rumah sakit mereka berdua?”
“saya rasa tidak perlu pak.”
“maaf pak sudrajat apa yang terjadi dengan jessyca? Bagaimana mungkin seorang gadis secantik jessyca berurusan dengan polisi?” tanya pak gendut.
“tadi saya melihat jessy sedang di ganggu dua berandalan.”ucapnya dengan suara serak.
“lalu bagaimana dia ada disini?”
“tadi saya tanya rumahnya, tapi dia tidak tahu alamat rumahnya sendiri. Jadi saya bawa dia ke kantor dan menelepon orang tuannya dari kantor pak.”jawabnya semakin gematar.
“tapi pak, tadi anda bilang jessyca yang menghajar kedua berandalan itu.”
“untuk tepatnya saya kurang tahu pak, jadi silahkan saja tanya sendiri pada jessyca.”
“baiklah kalau begitu pak nainggolan, saya mohon undur diri sekarang.”
“silahkan pak adam.”
Mereka kembali berjabat tangan dan julianpun jadi ikut-ikutan jabat tangan dengan pak gendut itu. Aku langsung pergi menuju mobil yang sedang diparkir di depan kantor polisi. Julian langsung membuka pintu mobil untukku dan untuk papa. Aku langsung menjatuhkan diri di atas kursi mobil Julian dan papa duduk di sebelahku. Julian masuk ke dalam mobil dan melaju mobilnya dengan kecepatan 90km/jam. Jalam malam dijakarta begitu sepi untuk sekarang
“jessy kita bahas masalah ini dirumah.”ucap papa padaku dengan menahan seluruh emosinya.










Permainan

“non jessy…non ini sudah pagi!”panggil bu dian dari balik kamar
“iya bu, jessy sudah bangun.”
Tadi malam aku sudah mengalami kejadian yang begitu melelahkan, dan setelah aku dan papa sampai di rumah, kami pun memulai pertengakaran yang begitu sengit. Mungkin pertengkaranku dengan papa melebihi perang dingin sesungguhnya. Papa tidak mau juga memindahkan aku dari sekolah jelek itu sampai aku lulus high school. Jadi aku minta sama papa kalau nanti aku sudah lulus, aku mau kuliah di italia dan aku sendiri yang menentukan jurusan apa yang akan ku ambil nantinya. Setelah melakukan negosiasi panjang dan melelahkan akhirnya papa setuju dengan permintaanku. Tapi papa pun mengajukan beberapa syarat untuk kelulusanku, papa minta nilaiku diatas rata-rata semua. Tapi tenang saja itu adalah syarat biasa untuk seorang jessyca adam. Karena aku adalah anak dari lilian pramesti yang merupakan seorang arsitek terkenal di eropa. Beberapa gedung di inggris adalah hasil karya mama. Tapi sejak mama melahirkan aku, mama berhenti bekerja, karena harus mengikuti papa ke manapun papa di tempatkan.
“jessy, ini sudah jam setengah tujuh!”teriak papa dari ruang makan
Dengan mengenakan seragam lengkap yang sudah aku motip sendiri dan tasku yang seperti biasa aku langsung menuju ruang makan dan duduk di kursi. Bu dian membukakan piringku dan menyendok nasi goreng ke atas piringku.
“makasih bu!”ucapku dengan senyum. Bu dian pun segera meninggalkan kami berdua menikmati nasi goreng buatannya.
Papa seperti biasa sedang asyik dengan Koran pagi ini, mungkin difikirnya masalah aku sampai di tangan para wartawan. Itu bisa merusak nama baiknya kalau wartawan mengetahui bahwa anak seorang willian adam adalah seorang berandalan. Dan telah menghajar dua orang sekaligus dalam satu malam.
Bunyi klakson sudah berbunyi, itu tandanya jullian sudah datang. Aku menghabiskan serapanku dan meneguk air putih dan segera meninggalkan papa sendiri di meja makan. Aku berlari menuju pintu dan pak ujang membukakan pintu untukku. Julian sudah siap dengan mengenakan jas warna hitam dan kemeja warna biru langit di padu dengan dasi yang selaras. Pak ujang mulai mengemudikan mobil dengan kecepata rata-rata. Kami pun akhirnya sampai di depan sekolah tepat jam tujuh pagi.
Aku berjalan di sepanjang lorong kelas, dan melihat beberapa orang sedang berlari memasuki ruangan kelas masing-masing. Aku berjalan menuju kelasku yang berada di ujung lorong ini, aku melangkahkan kakiku dengan begitu berat. Kalau aku tak ingin kuliah di itali, mungkin aku akan berhenti sekolah sejak sekarang.
“jessy kamu sedang ngapain?”tanya bu fanny dari belakang
“ya jalanlah bu, masa lagi makan.”sindirku
“ibu juga tahu kamu sedang jalan, tapi kenapa kamu jalannya seperti orang bodoh yang tidak tahu kemana akan melangkah.”
“ibu sok tahu.”ucapku dan mempercepat langkahku. Kami sampai di kelas bersamaan.
“pagi anak-anak.”sapa bu fanny kepada semua murid.
“pagi bu!”jawab semua murid dengan serempek seperti paduan suara. Aku segera menuju kursi yang berada di samping jendela dan langsung duduk. Bu fanny sudah memulai mengajar, dan aku mengeluarkan ipodku dari tas dan aku mendengarkan beberapa lagu favorite ku. aku pura-pura membaca buku dan memperhatikan perlajar, tapi kuping dan otakku sedang asyik dengan lagu-lagu yang sedang aku dengarkan.
“jessy, apakah kamu sudah mengerti?”
“sudah bu.”jawabku dengan santai.
“kalau begitu coba jelaskan!”
“baiklah bu…!”jawabku. aku mulai menjelaskan semua tentang tenses kepada bu fanny beserta contoh dan rumus-rumusnya.
“bagus jessy!”puji bu fanny
“biasa saja kali bu!”
“baiklah kalau kalian sudah mengerti, sekarang kalian kerja tugas halaman enam puluh. Dan dikumpulkan setelah pelajaran selesai.”
Aku mengerjakan semua soal-soal itu dalam waktu dua puluh menit dengan diiringi lagu simple plan. Tidak tahu kenapa, kalau aku mengerjakan sesuatu sambil mendegarkan lagu-lagu kesukaanku otakku begitu mudah di ajak bekerja sama.
Bu fanny duduk di kursi paling depan dan memperhatikan kami satu demi satu. Tapi kalau dilihat-lihat bu fanny cantik juga, matanya yang coklat di bingkai dengan bulu mata yang lentik dan indah.
“jessy apakah kamu sudah selesai mengerjakan tugasmu?”
“sudah bu.”
“bisa kamu bawa kepada ibu?”
“tentu saja bu.”jawabku seraya berjalan ke depan kelas dan menyerahkan buku tugasku pada bu fanny. Bu fanny memeriksa satu persatu jawabanku dengan teliti.
“wah…bagus sekali jessy!kamu memang anak yang pandai. Semua jawaban mu benar semua.”pujinya dan memberikan buku tugasku kembali.
“makasih bu.”ucapku dan pergi kembali ke kursiku.
“anak-anak waktu kalian sudah selesai, silahkan kumpulkan tugas kalian sekarang.”
Semua anak-anak sibuk berjalan maju menuju meja bu fanny dan meletakkan buku mereka di atas meja dan secara berlahan pergi meninggalkan meja bu fanny dengan beraturan. Murid-murid di sekolah ini memang masih lucu dan yang penting adalah mereka itu masih lugu.
Kring….kring….
Bunyi bel sudah berbunyi, itu tandanya istirahat. Semua murid-murid secara beraturan keluar dari kelas. Aku hari ini tidak terlalu lapar, yang aku inginkan hanya cepat-cepat lulus dan pergi dari sekolah jelek ini.
“hai jessy, kamu nggak pergi ke kantin?”sapa maria dengan ramah.
“lagi nggak lapar!”jawabku jutek.
“ngomong-ngomong kamu suka makanan apa?”
“nggak tahu.”jawabku dengan jengkel.
“masa kamu nggak tahu makanan kesukaan kamu sendiri?”tanya tak percaya.
“memang itu penting untuk apa?”
“ya nggak juga sih, Cuma pengen tahu saja! Soalnya aku pintar masak loh.”
“memang aku tanya?”ucapku. aku bangkit dari kursi dan pergi meninggalkannya sendiri di kelas. Pertanyaannya sungguh menjengkelkan! Aku keluar dari kelas dan menuju kantin,walaupun aku belum tahu letak kantinnya dimana?tapi dengan mengikuti beberapa anak yang yang berjalan di lorong aku bisa menemukan letak kantin.
Aku memesan mie ayam dan mencari meja yang kosong. Setelah aku mendapatkan pesananku, akupun segera menuju kursi yang kosong yang berada di tengah-tengah ruang dan disana sudah ada tiga orang murid laki-laki duduk. Aku pun segera menuju meja itu dan menarik kursinya dan duduk di sebelah seorang pria yang sedang aksyik menikmati bakso pesanannya. Ku letakkan mie ayamku dank u ambil sendok dan garpu yang berada di tengah meja. Aku pun segera menikmati mie ayamku, tanpa memperhatikan sekelilingku.
“hei berani-beraninya kamu duduk di meja ini.”bentak pria yang duduk di depanku.
“hei…kamu tidak tahu yah?kamu itu tidak boleh duduk satu meja dengan kami.”bentak pria yang postur tubuhnya dua kali lipat aku. Aku tak menghiraukan apa yang mereka bicarakan. Tapi semua mata sudah tertuju padaku.
“sudah lex!kita langsung saja beri dia pelajaran.”ucap pria yang rambutnya jabrik.
“oke boleh juga itu, biar dia tahu kalau kita nggak main-main.”ucap si gendut
Mereka mulai mendekati aku dan berdiri di belakangku! Aku masih tetap memasukkan mie kedalam mututku. Mereka mulai menepuk punggungkku dan mulai berusaha menarikku dengan keuatan penuh meraka! Aku terpentak ke atas lantai kantin yang lumayan kotor. Pria yang di sampingku masih duduk dengan menikmati baksonya. Semua orang memperhatikan aku yang terjatuh dilantai.
“jessy kamu nggap apa-apa?”tiba-tiba maria datang menghampiri aku.
“alex, Daniel sudah jangan pukul jessy.”mintanya dengan begitu ketakutan.
“oh nama kamu jessy?”tanya si gendut alias alex
“iya namanya jessy, dan dia murid baru disini. Jadi kalau dia berbuat sesuatu yang membuat kalian terganggu tolong maafin jessy!”mintanya kembali.
“alex, Daniel sudah jangan ganggu anak baru itu lagi.”akhirnys pria yang berada di sampingku membuka mulutnya juga. Si gendut dan si jabrik langsung menuruti yang di perintah oleh pria yang sedang duduk di meja. Aku di bantu oleh maria untuk berdiri
“tapi chris dia sudah berani duduk di sampingmu.”
“tidak apa-apa dia belum tahu saja peraturan di sekolah ini, akan ku berikan pengampunan atas ketidak tahuannya itu. Dan tolong sampaikan padanya kalau lain waktu jangan berani duduk di meja ini lagi.” Ucap pria itu dan bangkit dari kursinya.
“hei anak baru dengarkan itu baik-baik, kamu akan kita beri ampun untuk sekarang ini saja. Lain kali kamu akan kita jadikan daging cincang, apa kamu mengerti.” Ancang si alex.
“maria bilang yah sama teman baru itu jagan dekat-dekat dengan kami.”
“baik.”ucap maria dengan wajah pucat pasi.
Chris dan kedua temannya pergi meninggalkan aku yang terdiam di atas lantai. Dengan berlahan aku bangkit dari lantai.
“jessy kamu dengarkan yamg mereka bilang?kamu itu jangan perna mendekati mereka lagi.”
“memang meraka siapa?”
“mereka itu anak-anak komisaris sekolah ini.”
“hei brengsek…”seruku pada tiga pria yang hendak meninggalkan kantin.
“apa?kamu panggil kami brengsek?”bentak sih gendut
“iya, aku panggil kalian bertiga brengsek.” Ulangku
Mereka bertiga kembali memasuki kantin dan menghampiriku
“coba ulangi lagi.”ucap si Daniel
“kalian bertiga pe..nge..cut!”ucapku seraya berjalan mengelilingi mereka bertiga.
“wah chris kayanya anak baru ini mau main-main sama kita.”
“waah sudah lama kita tidak menemukan lawan!”seru si Daniel
“alex, Daniel tolong jangan ganggu jessyca!”minta maria
“diam kamu anak culun!’seru Daniel dan melemparkan maria ke lantai
“jangan berani sama anak perempuan saja!”bentakku pada si jabrik. Si gendut pun memdekati maria dan berusaha memjambak rambutnya. Maria berteriak dan mulai menangis. Aku segera menarik si gendut itu dan menonjok wajahnya yang bulat. Si jabrik berusaha membantu menendangku tapi aku berhasil meloloskan diri dari tendangannya. Semua anak-anak yang berada di kantin sekarang mendapatkan tontonan yang seru. Mereka mebentuk lingkaran dan melihat aku menghajar mereka berdua, mereka berteriak-teriak..
“terus hajar mereka!”
“bagus hajar si gendut itu.”
“ya begitu…”
“awas di belakang..”
Mereka seperti memberikan aba-aba pada ku! dan pria yang bernama chris itu Cuma berdiri diam dan menonton aku menghajar kedua temannya. Entah dia takut atau tidak peduli dengan temannya yang telah aku hajar sampai babak belur. Sesaat aku ingin menonjok wajah Daniel tiba-tiba saja seorang pria berteriak kenceng…
“berhenti………..”ucap pria itu sambil menghampiri aku,Daniel dan alex. Tapi karena tanganku sudah ku kepal dan telah mengambil ancang-ancang untuk menonjok Daniel, akupun segera melanjutkannya. “jessy berhenti…”ucapnya dengan garang. “Daniel, alex apa yang kalian lakukan?”
“kami tidak melakukan apa-apa pak.”
“lalu kenapa kamu bisa di hajar sama anak perempuan ini?”
“saya tidak tahu kenapa pak? Tiba-tiba saja dia memukul saya pak.”jawab alex dengan menyentuh bibirnya yang berdarah.
“jessy, kenapa kamu memukul mereka?”tanyanya padaku
“mereka yang mulai pak.”jawabku dengan merilekskan otot-otot tanganku
“benar itu pak.”sambung maria
“bapak tidak bertanya pada maria!”
“tapi itulah yang terjadi, bapak bisa tanya sama semua orang disini kalau bapak tidak percaya.”
“apakah itu benar anak-anak?apa Daniel dan alex yang memulai perkelahian ini?”tanya pak eric pada semua orang yang ada di kantin. Semua orang saling melirik satu dengan yang lain. alex dan Daniel memberika tanda ancaman kepada semua orang.
“iya pak, jessy yang mulai semua ini.”jawab seorang siswa yang memakai kacamata tebal.
“ia pak, anak perempuan itu yang memulai.”sambung yang lain.
“itu salah pak, mereka bohong!”bela maria
“maria kamu jangan berusaha membela jessyca. Dan kamu jessy bapak ingin bertemu dengan papa kamu besok.”
“papa saya sibuk pak!”
“tidak ada alasan.”ucapnya dan meninggalkan kantin.
“pak…saya bilang papa saya sibuk!”teriakku pada pak eric, tapi dia terus melangkah tanpa menhiraukan ku. semua anak telah pergi meninggalkan kanti dan tinggal aku maria dan ketiga berandalan ini. Chris melihatku dengan senyum miris dan tatapan matanya yang menunjukkan permusuhan. Ku pandangi dia dengan pandangan yang sama, lalu mereka meninggalkan kami berdua.
“jessy kamu nggak kenapa-kenapakan?”tanya maria sambil melihat tanganku yang lecet sedikit.
“tidak apa-apa!”jawabku lalu pergi meninggalkannya sendirian. Maria mengikutiku dari belakang dan masih terus bertanya apakah aku baik-baik saja. Entah dia itu bodoh atau apalah, dia terus mengikutiku sehari penuh di sekolah. Bagaimanapun aku menyuruh dia untuk tidak mengikutiku, tapi dia tidak perna menghiraukan yang ku katakana padanya. Anak ini memang aneh.







Hari yang melelahkan
Pagi ini aku terbangun setelah mendengarkan alarm berbunyi dengan kencang. Seperti pagi yang sudah-sudah aku menyalakan mini combo dan mendengarkan beberapa lagu favoritku. Dengan segera aku mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Aku mandi dengan mengikuti lagu-lagu yang bawakan oleh Muse, ku ikuti gaya mettew bernyanyi dan berteriak-teriak sendiri di kamar mandi. Setelah selesai mandi aku segera mengenekan seragam untuk hari rabu. Hari ini julian akan ikut kesekolah karena papa ada rapat dengan beberapa pentinggi dubes Indonesia. Dengan segera ku turuni anak tangga satu demi satu dan duduk di meja makan dan melahap habis semua sandwich bikinan bu dewi.
Julian sudah menungguku dalam mobilnya, hari ini pak ujang tidak bisa mengantarku kesolah. Itu karena anak pak ujang ada yang sedang sakit, jadi aku ikut mobil Julian pagi ini. Kubuka pintu mobil Julian dan segera duduk di sampingnya sambil membaca buku sejarah. Julian menyetir dengan tenang tanpa mengatakan sesuatu padaku. Entah apa yang akan dibicarakan pak eric pada Julian? Kemarin alex dan Daniel di bawa kerumah sakit karena mereka pingsan saat pelajaran terakhir. Memang tidak ada luka yang terlalu parah tapi sepertinya ada beberapa luka di kepalanya karena terbentur dengan tembok. Kemarin juga orang tua mereka menelepon pihak sekolah untuk minta penjelasan kenapa anak mereka bisa sampai seperti itu.
Sesampainya di sekolah aku langsung menuju ke kelas tanpa menatap Julian seditik pun. Julian langsung menuju kantor wakil kepala sekolah.
Tok..tok.. Julian mengetuk ruangan pak eric dengan berhati-hati
“ya silahkan masuk.”sahut pak eric dari dalam ruangan.
“selamat siang pak”ucap Julian smabil melangkahkan kakinya ke dalam ruangan.
“selamat siang pak, silahkan duduk!”perintah pak eric
“saya dengar bapak ingin bertemu dengan orang tua jessyca.”ucap Julian kemudian duduk di kursi.
“ia betul pak, saya ingin membicarakan beberapa hal dengan bapak.”
“ia silahkan pak.”
“begini pak, anak anda telah menhajar dua temannya kemarin. Saya tidak tahu kenapa jessy bisa melakukan itu semua, tapi semua anak-anak yang menyaksikan perkelahian itu telah saya tanyakan. dan mereka bilang jessyca yang memulai perkelahian dengan alex dan Daniel. Bapak juga perlu tahu kalau orang tua kedua anak itu telah menuntuk sekolah karena perbuatan anak bapak. Dan mereka minta jessyca harus di keluarkan dari sekolah ini. Dan kalau jessyca tidak di keluarkan dari sekolah ini, maka anak mereka yang harus keluar dari sekolah ini.”jelas pak eric panjang lebar.
“tapi pak saya tahu jessy, tidak mungkin jessy menghajar orang tanpa sebab.”
“tapi itulah yang terjadi pak.”
“tapi jessy tidak harus di keluarkan dari sekolah inikan?”
“maaf sekali pak, saya tidak bisa membantu terlalu banyak. Dewan sekolahlah yang berhak untuk mengambil keputusan dan saya hanya memberitahukan kepada bapak kalau anak anda hampir saja membunuh temanya sendiri”
“saya masih tidak percaya semua ini pak! Bisa saya bicara dengan jessyca sekarang pak?”
“oh ya silahkan, saya akan memanggil jessy keruangan ini sekarang.” Pak eric menekan nomor kelas 3a. “maaf bu faany, bisa suruh jessyca ke ruangan saya sekarang?”
“iya pak, segera saya panggilkan jessyca.”jawab bu fanny dari seberang.
“jessy kamu di minta pak eric untuk keruanganya.”
“baik bu.”ucapku dan menutup buku sejarah dan meletakkan buku itu ke meja. Entah apa yang terjadi di ruangan pak eric sampai aku harus datang ke sana. Aku berjalan dengan langkah kaki ringan dan setelah sampai di depan ruangan pak eric ku ketuk dan terdengan suara dari dalam yang mempersilahkan masuk.
“permisih pak, bapak panggil saya.”
“ benar jessy, papa kamu ingin bicara sama kamu.”
“tapi maaf pak, dia bukan papa saya.”
“apa? Saya suruh kamu untuk membawa orang tua kamu, bukan yang lain!”
“maaf pak saya memang bukan orang tua jessy tapi saya kenal jesyy dengan baik. Dan saya adalah asisten pribad papanya jessyca dan saya sudah mendapat wewang untuk menggantikan beliau, karena beliau ada rapat penting yang tak mungkin di tinggalkan.”
“baiklah kalau begitu, silahkan bapak berbicara dengan jessyca.”
“jessy kata pak eric kamu telah mencederai teman kamu kemarin?”
“bukan mencederai tapi menghajar mereka berdua.”
“apa? Jadi yang dikatakan pak eric itu benar? Apa kamu tahu akibat dari perbuatanmu itu?” tanya Julian keheranan.
“Julian jangan sok kaget begitu, kamu kan tahu aku itu paling sering menghajar temanku di sekolah. Lagian mereka duluan yang mengganggu aku,jadi aku nggak salah dalam hal ini.”ucapku sambil memainkan pulpen.
“apa kamu tahu kalau kamu akan dikeluarkan dari sekolah ini?”ucap dengan tenang.
“saya tidak tahu!”jawabku.
“baiklah kalau memang itu keputusan dari pihak sekolah, saya minta maaf atas kelakuan jessyca selama sekolah disini.”ucap Julian pada pak eric.
“saya akan memeberitahukan kepada bapak kapan jessyca akan di keluarkan dari sekolah ini.”
“terima kasih banyak pak!”ucap Julian dan menjabat tangan pak eric dengan erat. Saya pun mengikuti Julian ke luar kantor pak eric.
“jessy apa kamu puas dengan semua ini?”
“sangat puas.”ucapku dengan mantap.
“Apa kamu tahu? Saya bersusah payah memasukkan kamu kesekolah ini, dengan harapan kamu akan berubah. Tapi sekarang, kamu malah di keluarkan dari sekolah ini dalam jangka waktu yang tidak lama.”
“saya kan sudah bilang mereka yang memulai perkelahian itu, tapi semua orang tak mau mengatakan sesungguhnya pada pak eric. Mereka semua takut dengan mereka bertiga.”
“kenapa mereka takut?”
“karena mereka adalah anak dari donator untuk sekolah ini! Jadi mereka menggangap diri mereka itu adalah penguasa sekolah ini.”
“tapi kenapa kamu tidak mengatakan yang subenarnya pada pak eric?
“jessy sudah bilang tapi pak eric tak percaya. Kamukan lihat tadi pak eric tak mempercayai aku sama sekali.”ucapku dan menyenderkan punggungku ke sisi tembok.
“itu benar om..”tiba-tiba saja maria muncul dan mengatakan itu.
“maria..”ucapku dengan kaget.
“ia om, jessy itu nggak salah! Yang memulai perkelahian itu memang mereka. Tapi seperti yang di bilang jessy tadi, yang lain nggak berani mengatakan yang sebenarnya pada pak eric.” Jelasnya pada Julian.
“tuh kan yang jessy bilang benar.”
“ya sudah kalau begitu, nanti saya akan berusaha memeberitahukan itu semua pada pak eric.”
“makasih ya om..”
“oh ya tadi jessy sebut nama kamu maria yah?”
“ia om, nama saya maria!”
“ehm…saya ini bukan papanya maria.”ucap Julian pada maria dengan senyum yang tidak perna kulihat sebelumnya. Ternyata kalau Julian senyum dia cakep juga.
“lalu om siapanya maria?” lanjut maria.
“dia bukan siapa-siapa saya.”ucapku dengan ketus pada maria.
“ya saya ini bukan siapa-siapanya maria.”timpal Julian.
“eh maria sekarang kita kembali kekelas saja.”
Aku dan maria pergi meninggalkan Julian di lorong sekolah. Hari ini tak ada yang menarik, yang aku fikirkan adalah bagaimana mungkin aku dikeluarkan dengan masalah sepele seperti ini. Memang aku sudah sering membuat onar di sekolahku dulu, tapi tidak perna sampai harus di keluarkan. Mungkin papa akan marah besar lagi hari ini. Apes banget nasib aku di Indonesia ini, apakah tidak ada hari yang cerah bagiku disini. Baru beberapa bulan disini tapi aku sudah sering mendapat masalah besar. Menyebalkan sekali semua ini! Apa yang akan aku katakan sama papa nanti dirumah? Bisa-bisa aku tidak akan di perbolehkan untuk kulian di itali. Oh Tuhan bantulah aku ini.

Hari terakhir
Setelah papa bertemu dengan wakil kepala sekolah tiga hari yang lalu, keputusan pihak sekolah untuk mengularkan aku masih tetap seperti semula. Julian juga sudah menjelaskan semua yang terjadi, tapi pak eric tidak mempercayai semua itu. Hanya maria yang berani mengatakan yang sebenarnya, tapi itu tidak cukup juga untuk menyakinkan pihak sekolah. Harapan aku untuk pergi ke italia hancur sudah, tak ada yang bisa aku harapkan dari semua ini.
Aku berjalan secara berlahan di halaman sekolah yang sudah tua ini. Pandanganku tertuju pada tiga pria yang sedang berdiri di selasar kelas. Mereka seperti merasa puas akan semua yang terjadi padaku. Si alex tersenyum dengan tipis dan Daniel tertawa saat aku melewati mereka. Rasanya aku ingin sekali menghajar mereka kembali, tapi pria yang satu lagi tak mengalihkan pandangannya dari langit. Sepertinya dia sedang melihat sesuata yang mengasyikkan di langit sana.
“hai jessy, aku punya sesuatu untuk kamu.” Maria datang menghampiriku saat aku berjalan masuk ke dalam kelas.
“apaan?”
“ini buka aja.”ucapnya dan menyodorkan bingkisan kecil padaku.
“apa ini?”tanyaku sambil membuka bingkisan.
“buka aja dulu.”mintanya
“wow…bangus banget!”seraya memandangi kalung yang di berikan maria.
“ini adalah kalung ke beruntungan! Aku mendapatkan ini waktu aku berumur sepuluh tahun dari mamaku. Tapi sekarang aku tidak membutuhkan ini lagi, karena kamu lebih membutuhkannya.”jelasnya panjang lebar.
“apa nggak apa-apa nich? Kalung inikan pemberian mama kamu, kok kamu berikan padaku?”ucapku sambil memandangi kembili kalung ini.
“ongomong-ongomong ini bentuknya apaan sih?”tanyaku pada maria.
“ini pedang kesatria.”
“apa?”
“coba lihat ini, ini adalah pegangannya. Walaupun terlihat sangat aneh.” maria coba menjelaskan semua tentang kalung ini. Dia percaya kalau kalung ini memang benar-benar membawa keberuntungan. Walaupun pertama ragu, tapi maria dengan jelas menyebutkan semua yang dialaminya dengan kalung ini, akupun jadi percaya dengan kalung ini. Pertama kali lihat, aku tak percaya kalau ini adalah pedang. Tapi setelah dilihat dengan teliti ini memang pedang, pedang dengan pengangannya yang sangat menarik.
“makasih ya.”ucapku dan memakai kalung baruku.
“sama-sama.”jawabnya dengan senyum yang sangat manis.
“jessy ayo siap-siap upacara, oh yach dasi kamu mana?”tanya maria dengan panic.
“ini..”jawabku dengan mengeluarkan dasi dari dalam tasku.
“kirain kamu nggak bawa lagi?”ucapnya dengan puas. Aku hanya dapat tersenyum dengan teman baruku ini. Entah sejak kapan aku menjadi dekat dengan maria, aku tak menyadari semua yang terjadi ini. Memang untuk pertama kali maria menyebalkan, kerana dia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Semua murid secara teratur berdiri di lapangan sekolah, dan semua murid menggunakan seragam lengkap. Dan yang tidak mengenakan seragam lengkap wajib berdiri di samping barisan guru. Untuk beberapa kali aku sempet berada di barisan itu, dan bisa di bilang ini adalah yang pertama kali aku berbaris di barisan ini. Upacara kali ini aku lupa membawa ipodku, jadi aku harus mengikuti semua tata upacara bendera kali ini. Dengan sedikit panas marahari pagi ini, aku mendengarkan semua yang di bacakan oleh protocol upacara. Memang membosankan sekali!
Menit demi menit begitu membosankan, dan sekarang adalah waktu Pembina upacara mengucapkan beberapa kata. Pimbina upacara hari ini adalah bu fanny, bu fanny mengatakan beberapa kata yang tidak penting menurutku. Yang di bahas tak lain adalah masalah ujian nasional, tak henti-hentinya bu fanny mengatakan; “kalian sebagai penerus bangsa harus berusaha untuk meningkatkan kualitas bangsa sebagai bangsa yang bermartab dan berpendidikan tinggi.” Ceramahnya panjang lebar. Apakah dia nggak tahu, kita sudah bosan mendengarkan kata-kata itu berulang kali.
“dan ibu juga ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting kepada kalian semua. Salah satu teman baru kita akan pergi meninggalkan sekolah kita hari ini. Ibu akui dia adalah murid yang sangat cerdas dan berwawasan tinggi, tapi itu semua tidak cukup. Kalau kita ingin maju, kita harus memperhatikan sifat dan sikap kita terhadap sesama kita. Jangan sampai kita melukai seseorang karena ke egoisan kita sendiri. Ibu sangat sedih sekali kehilangan murid ibu yang sangat cerdas di kelas. Tapi ibu yakin dia akan mendapatkan yang lebih baik lagi di luar sekolah kita ini.”lanjutnya. tiba-tiba saja semua orang menatap kearahku secara bersamaan.
“dan hari ini adalah hari terakhirnya berada di sekolah kita ini.” Bu fanny sepertinya tidak mempercayai keadaan sekarang ini. Maria memegang tangaku dengan erat, seolah tak mau kehilangan aku. Dulu aku juga mempunyai seorang sahabat sekat waktu di inggris. Sejak kecil kami sudah berteman, kerena rumah kami bertetangga. Setiap hari kami lewatkan bersama-sama, dan mama kami memasukkan kami ke taman kanak-kanan yang sama. Persahabatan kami di mulai sejak kecil, tapi sejak aku memasuki kelas lima SD kami sekeluarga harus pindah ke NEW YORK. Sampai sekarang aku tidak terlalu suka bersahabat dengan seseorang, karena kalau kita berpisah dengan seseorang yang sangat kita sanyangi, rasanya seperti ada sesuatu yang hilang dari diri kita sendiri. Sejak itu aku menutup pintu persahabatan di dalam hidupku sampai sekarang.
Setelah pemimpin upacara membubarkan barisan upacara, aku berjalan meninggalkan kerumunan orang banyak. aku berjalan dengan langkah kecil dan memperhatikan murid-murid yang berteriak, berlari,menjailin sesama mereka. Ada juga yang bercanda guarau dengan temannya sambil berjalan dan akhirnya mereka semua tertawa secara bersamaan.
Hari ini berlalu dengan sangat cepat sekali, tak biasanya hari secepat ini. Biasanya aku selalu berkata “ini jam berputar atau tidak sih?”
Tapi sekarang jam kali ini berjalan dengan tidak wajar, perasaan tadi baru selesai upacara kok sekarang sudah bunyi bel pulang!
Dengan berlahan aku memasukkan buku-buku pelajaranku kedalam tas. Dan setelah itu aku menuju loker yang berada di lorong sekolah dan membereskan semua isinya. Baju seragam olah raga, sepatu olah raga, buku-buku pelajaran yang lain juga ada di loker ini. Aku tak perna mambawa buku pelaran pulang kerumah kecuali ada pekerjaan rumah yang akan di kumpulkan.
Dengan tersenggal-senggal maria menghampiriku dan membantuku membawa semua barang-barangku ke parkiran mobil. Kata pak ujang dia akan telat menjemputku. Aku meletekkan bawaanku di atas kursi kayu dan maria meletakkan kardus kecil di samping tas.
“uh.. berat juga nich kardus! Memang isinya ini apaan sih jessy?”
“lihat aja sendiri.”
“jessy ini foto siapa?”tanya padaku dengan menunjukkan foto aku dan mama.
“ini foto aku sama mama.”ucapku dan mengambil foto itu dari tangan maria.
“oh. Terus mama kamu sekarang dimana?”
“mama sudah di surga.”
“maksud kamu apa?”
“mama sudah meninggal.”
“jessy, maaf yach!”
“nggak apa-apa.”
Seketika saja kami menjadi terdiam seribu bahasa. Maria melanjutkan mengotak-atik barang-barang yang ada di kardus.
“jessy ini apaan?”maria menunjukkan sebuah MP4.
“MP4.”
“MP4? MP4 itu apa?” tanyanya padaku dengan ingin tahu.
“ini bisa dengarin lagu atau kalau kamu lagi bête kamu bisa menontom film di sini.”
“wow..keren banget dong!berarti kita nggak perlu DVD dong buat nonton film?”
“iya, tapi lebih asyik kalau kita lagi dikelas. Saat kamu bête dan guru yang mengajar itu sangat membosankan seperti pak rudy.”
“ha..ha.. betul banget! Jangan-jangan kamu sering kaya gitu ya?” tanya maria tanpa henti tertawa.
“iya, pelajaran pak rudy sangat membosankan dan paling membosankan adalah pak rudynya sendiri.”
“ha..ha..ha..”maria tak hentinya tertawa dan aku pun mulai terbawa suasana dan tertawa bersama maria. Aku jadi teringat cara berbicara pak rudy yang cadel. Itu sangat menggelikan!
“jessy kamu cantik banget sih!”ucap maria secara tiba-tiba.
“hah?”
“ia kamu itu cantik banget kalau lagi senyum apalagi kaya sekarang, jessy yang jutek dan cuek tidak terlihat sama sekali.”lanjutnya sambil memandangiku dengan seksama. Aku jadi malu sendiri saat dia melihatkku.
“kamu itu ada-ada saja.”ucapku dan mengalihkan perhatian ke lain objek.
“aku serius. Kamu itu memang cantik banget!”menyakinkanku.
“sudah ah, pak ujang sudah datang tuh.”
Aku mengambil tasku dan berjalan menuju mobil yang baru saja sampai di parkiran. Pak ujang langsung membukakan pintu dan mengambil kerdus yang di bawa maria. Ku letakkan tasku ke dalam mobil dan mengucapkan salam perpisahan pada maria. Dan maria memelukku dengan erat dan mengeluarkan beberapa tetasan air mata untukku. Keadaan sekarang sama seperti waktu aku dan Vanessa berpisah, Vanessa waktu itu menangis tak henti-hentinya. Aku sudah berusaha menghiburnya tapi dia tetap saja menangis sampai saat mobil mulai melaju. Ku balas pelukan maria dengan menepuk-nepuk punggungnya dan aku melepas tangannya dari punggungku. Maria terlihat sangat sedih sekali, entah apa yang di tangisinya? Padahal selama ini aku tidak perna burbuat baik padanya, bahkan aku selalu bersikap kasar padanya.
Aku segera masuk kedalam mobil dan pak ujang melaju mobil dengan kecepatan rata-rata. Aku tak berani melihat ke belakang, kerena aku akan mengulang masa waktu dulu. Aku tak mau terbawa suasana dan akhirnya aku akan merasa sedih dengan semua ini.
Setelah sampai dirumah kubereskan semua seragam dan barang-barangku ke dalam kerdus besar, karena barang-barang ini tidak akan berguna lagi untukku. Nggak mungkinkan nanti aku mengenakan seragam lama ini di sekolah baruku. Ngomong-ngomong sekolah baru, aku belum dengan kabar terbaru dari Julian. Semoga Julian sudah jera memasukkan aku kesekolah butut seperti sekolah st regina. Aku akan menikmati beberapa hari untuk menenangkan fikiranku. Semoga saja aku sekolah di tempat yang semestinya.







Liburan pendek
Hari ini aku sudah mempunyai banyak rencana dalam menikmati liburanku kali ini. Julian sibuk belakangan ini, Julian mencari sekolah untuk melanjutkan pendidikankku berikutnya. Tapi setiap kali aku bertanya apakah Julian sudah mendapatkan sekolah yang aku inginkan! Julian selalu menggelengkan kepala. Setiap hari Julian pergi mencari sekolah untuk ku, tapi belum menemukan sekolah yang menerima anak baru dalam semester terakhir ini. Ada beberapa sekolah tidak menerima anak baru karena katanya sekarang sudah merupakan semester terakhir dan sudah deket dengan ujian akhir nasional. Sudah beberapa sekolah yang mengatakan seperti itu, tapi Julian sepertinya tidak menyerah untuk menemukan sekolah untukku. Sudah ku katakana padanya kalau aku tidak apa-apa kalau harus menjalani home schooling, tapi Julian masih tetap ingin terus mencoba.
Pagi ini aku bangun jam sepuluh dan setelah itu aku mandi dan mengenakan shirt dan selana panjangku yang berwarna hitam. Hari ini aku akan jalan-jalan mengenal kota Jakarta. Hanya aku dan pak ujang yang akan pergi karena jullian ada pekerjaan dengan papa. Setelah aku siap dengan pakaianku aku segera memasukkan beberapa perlengkapankku ke dalam tas. Ku masukkan kamera digital dan beberapa makanan ringan ke dalam tas gendongku yang lumanya besar. Ku ambil ipod dan memasukkannya ke dalam saku celanaku. Sekarang aku sudah siap untuk mengelilingi kota Jakarta. Yang pertama ku kunjungin adalah monas kedua Taman Mini Indonesia ketiga seaworld dan yang terakhir adalah dunia fanatasi.
Setelah berada dalam mobil beberapa menit akhirnya sampai di sebuah tugu besar dan diatasnya terlihat seperti emas yang berbentuk seperti es krim. Pak ujang memarkirkan mobil dan aku segera keluar mobil dan menuju pintu masuk untuk melihat-lihat. Tak ada yang terlalu menarik di lihat di bawah sini, bosan dengan semua ini aku langsung menuju lift dan naik ke atas tugu ini. Setelah beberapa menit akhirnya aku sampai juga di puncak tugu monas. Setelah aku keluar dari lift aku langsung disuguhkan dengan pamandangan yang sangat menyenangkan. Aku bisa melihat kota Jakarta dengan jelas sekali.
Sambil menikmati pemandangan ini ku nyalakan ipodku dan ku dengarkan lagu-lagu yang ada dalam ipod dan mengeluarkan makanan ringan dari dalam tasku. Aku sangat menikmati semua ini. Ku pejamkan mata dan kunikmati hembusan udara di atas tugu ini. Setelah persekian detik ku buka mataku secara berlahan kelihat kekanan dan kekiri, tak disangka saat aku melirik ke kiri aku melihat seseorang yang taka sing dalam penglihatanku. Setelah ku perjelas pandanganku ternyata aku melihat chris sedang berdiri di sampingku dengan handsfree ditelinganya. Terlihat di juga sedang menikmati suasana di sini, tapi apa yang dia lakukan sekarang ini disini?
“hei apa yang kau lakukan disini?”tanyaku padanya.
“aku sedang melakukan seperti yang kau lakukan.”ucapnya dengan jutek.
“terserah kamulah, aku nggak peduli.”ucapku dengan jutek juga.
“apa kamu sudah menemukan sekolah baru yang kau inginkan?”tanyanya dan melihat kearahku.
“bukan urusanmu.”jawabku dengan jutek.
“baiklah memang itu semua bukan urusanku.”ucapnya dan kembali mengalihkan pandangannya ke sekitar kota Jakarta.
Aku pun tak berkata apa-apa lagi dengannya untuk beberapa menit kemudian. Dengan diam-diam ku lirik dia dan dia terlihat sangat menyukai tempat ini.
“kenapa kau melihatku seperti itu.”tanyanya tanpa melihat ke arahku.
“siapa yang melihatmu?”elakku padanya.
“ngomong-ngomong kita belum kenalan kan! Namaku Christian joseph, namamu pasti jessyca adam.”
“bagaimana kamu tahu nama lengkapku?”
“mengetahui nama lengkapmu itu bukan hal yang susah.”
“jangan-jangan kamu segaja membuatku keluar dari sekolah yah? Karena kamu takut bersaing denganku.”
“takut bersaing?”
“iya, ku dengar kamu itu adalah anak dari pendonor dana untuk sekolah st. regina. Dan kamu terkenal yang paling pintar di sekolah.”
“terus apa hubungannya?”
“ya adalah, aku ini pintar dan kamu takut aku kalahkan.”
“nggak mungkin?”
“ya mungkin saja, karena setiap hati orang itu kita tak mengkin mengetahuinya.”
“apa kamu ingin kembali ke sekolah butut itu?”
“ehm..untuk sekarang aku belum ingin kembali ke sekolah itu. Mungkin kalau aku sudah bosan dengan keadaan aku yang sekarang baru aku ingin kembali ke sekolah itu.”
“jadi intinya kamu mau kembali ke sekolah itu?”
“ya kalau tak ada sekolah lagi yang menerima anak baru.”
“memang kamu sudah coba berapa sekolah?”
“bukan aku yang mencari sekolah, tapi Julian. Kalau Julian sudah mencari lebih dari lima sekolah. Dan semua sekolah itu menolak anak baru. Jadi untuk beberapa hari aku akan menjadi pengacara (pengangguran banyak acara).”
“kamu menyukai ini semua?”
“untuk beberapa hari aku sangat menyukai ini semua, tapi lama kelamaan aku jadi bosan juga.”
“oh…”ucapnya.
“kamu sendiri sedang apa disini?bukannya kamu harusnya ada di kelas untuk belajar!”tanyaku padanya dengan ingin tahu.
“aku lagi malas, sekolah itu sangat membosankan.”
“yah memang begitulah.”ucapku dengan menghela nafas panjang.
“setelah dari sini kamu mau kemana?”
“nggak kemana-mana.”jawab chris dengan memandang ke langit.
“oh..”
“memang kenapa?”balik bertanya padakku.
“nggak apa-apa, hanya ingin tahu saja. Kalau seandainya kamu mau kesekolah aku hanya ingin menitip salam dengan maria.”mintaku padanya.
“oh baiklah akan ku sampaikan.”
“senang bertemu kamu disini.”ucapku dengan sedikit pelan.
“apa?”
“em..bukan apa-apa.”elakku dan segera meninggalkan chris.
“aku juga senang bertemu kamu.”ucapnya dengan memberi senyum yang sangat mempu membuat hati siapa pun berdegup kencang.
“ia..”jawabku dengan senyum juga. Setelah itu aku masuk ke dalam lift dan pergi meninggalkan monas dengan pak ujang.
Mimpi apa aku tadi malam? Bagaimana aku bisa mengobrol dengan orang yang tega membiarkan aku di luarkan dari sekolah. Seandainya dia mau mengatakan yang sejujurnya pada pak eric, mungkin sekarang aku sedang belajar di kelas. Walaupun belajar itu sangart membosankan.
Hari sudah mulai gelap dan aku mengakhiri perjalanan ku di dunia fantasi. Semua wahana sudah aku naiki, mulai dari roll coster sampai ontang-anting. Semua wahana disini mampu membuatku melupakan semua yang terjadi selama satu bulan terakhir ini. Pak ujang tidak mau masuk karena dia takut pada ketinggian dan jantungnya mungkin tidak terlalu kuat untuk melakukan permainan yang sangat menantang seperti di dunia fantasi.
Setelah puas dengan semua di sini aku dan pak ujang akhirnya meninggalkan dunia fantasi dan pulang kerumah. Jalanan kota Jakarta sekarang sudah mulai sepi karena jam sudah menunjukkan jam tujuh malam. Untuk besok aku tak mempunyai rencana selain tidur panjang, beberapa hari ini aku sudah bosan jalan-jalan tiap hari. Papa sampai marah-marah karena aku pergi setiap hari. Ya kalau aku dan papa berantam tiap hari itu tidak aneh lagi. Kami itu seperti bukan papa dan anak, lebih tepat kalau dibilang seperti musuh besar. Papa tidak perna mau mendengarkan apa kemauanku dan aku selalu menyalakan papa atas semua yang terjadi padaku.
Kami sudah memasuki perumahan dan semua rumah terlihat sepi seperti tidak ada penghuninya. Perumahan ini seperti perumaha mayat-mayat hidup karena selalu sepi setiap saat. Setiap hari semua orang sudah pergi meninggalkan rumah dan kembali malam hari. Bisa dibilang rumah disini hanya untuk tidur saja, bukan tempat untuk berkumpul dengan keluarga mereka sendiri. Mereka yang sudah mempunyai anak hanya memberikan biaya sekolah dan hidup para anak-anaknya. Untuk urusan yang lainnya di serahkan kepada para pembantu. Jadi bisa di bilang anak itu bukan anak yang punya rumah tapi anak pembatu mereka. Yang mengurus dan memperhatikan anaknya itu adalah pembantu karena untuk itulah para pembantu di gaji orang tua mereka. Tak ada bedanya dengan nasibku, tapi waktu ibu masih hidup ibu yang selalu mengurusku. Dan sejak ibu pergi Julian yang selalu mengurus hidupku dan papa hanya tahu beres saja semuanya.
“malam pa.”sapaku setelah membuka pintu.
“malam jessy, bagaimana liburanmu?”tanya papa sambil menonton siaran berita.
“tak ada yang berarti.”jawabku dan pergi meninggalkan papa di ruang keluarga.
Aku pergi menuju kamarku dan melemparkan badanku keatas tempat tidurku dan menatap langit-langit kamarku yang berwarna putih. Untuk beberapa saat aku tak menggerakkan badan ku, aku seperti terhipnotis dan mengingat saat aku bertemu dengan chris tadi siang. Sesaat kemudian aku tersadar dan mengumul sendiri;
“kenapa aku jadi ingat dia sih?”tanyaku dalam hati. “dari pada aku mengingat si bodoh itu mendingan aku main drum saja ah..”lanjutku.
Aku keluar dari kamarku dan pergi menuju kamar disebelah kamar papa. Setelah ku buka pintunya aku menuju kursi yang di sekitar alat drum yang baru di belikan papa untukku. Setiap rumah yang kami tinggali harus ada studio musiknya, karena aku dan papa senang sekali bermain music. Papa adalah salah satu personil band waktu papa masih kulian dulu. Papa memainkan bass dan untuk sekarang papa masih sering memainkan alat music yang mampu membuatnya melupakan semua masalah di kantornya. Aku beberapa kali mendengar papa bermain bass di malam hari. Dan kami hanya sehati dalam hal musik, papa tak perna melarang aku untuk bermain musik setiap aku ada kesempatan.
Ku ambil stick drum dan mulai memainkan beberapa lagu yang sering aku bawakan waktu aku masih di belanda. Aku menikmati permainanku sendiri dan begitu terhanyut dengan alunan drum yang begitu keras dan membuat akku begitu nyaman. Papa mungkin mendengar bunyi drum dari ruang keluarga, tapi papa tak akan perna marah padaku kalau aku sedang main drum. Aku terlalu menikmati semua ini dan aku tak sadar kalau ternyata Julian sudah ada dalam ruangan ini.
“wow bagus sekali jessy!”puji Julian sambil bertepuk tangan.
“ngapain kamu kesini?”tanyaku dengan jutek padanya
“aku hanya ingin menyampaikan sesuatu padamu.”ucapnya dan mulai mendekati aku dan mengambil stick drum dari tanganku dan mulai memukul piringan drum.
“apa?”tanyaku kembali.
“mulai besok kamu akan sekolah kembali.”Julian berhenti memukul.
“aku akan sekolah di mana?”
“di st. regina.”ucapnya dan mulai memperhatikan aku.
“apa? Bagaimana mungkin?”tanyaku tak percaya
“orang yang kamu hajar dulu sudah mengaku kalau mereka yang memulai perkelahian itu. Dan tadi sore pak eric memberitahukan aku dan kamu sudah bisa kembali ke sekolah besok.”jelasnya.
“oh baguslah kalau begitu.”ucapkku dan mengambil stick drum dari tangan Julian.
“jessy, mendingan kamu sekarang tidur. Besok kamu akan bagun pagi lagi, karena seminggu ini kamu selalu bangun telatkan.”Julian merebut stick dari tangankku.
“bagaimana kamu tahu aku selalu telat bangun?”tanyaku padanya.
“aku selalu tahu apa yang terjadi padamu.”ucapnya dan tersenyum padaku.
“paling bu dewi yang memberitahu sama kamu.”
“tidak penting dari mana aku tahu, yang penting sekarang adalah kamu tidur sekarang.”perintahnya. dan mengangkat badanku dari kursi dan memaksaku keluar dari studio.
“Julian lepaskan aku!”teriakku. tapi Julia tetap saja memopong badanku dan mengantarkan aku ke kamar tidur. Julian membaringkan badanku di atas tempat tidur dan langsung pergi keluar kamar. “ah brengsek banget sih dia, memang dia fikir dia itu siapa? Sampai waktu tidurku pun dia yang mengatur.”aku berbicara sendiri di kamar.









Kembali ke sekolah
Pagi ini aku kembali bangun tidur jam enam lewat tiga puluh, aku harus mandi siap-siap untuk pergi kesekolah. Setelah beberapa hari aku tidak kesekolah aku jadi terbiasa bangun siang, tapi sekarang harus bangun pagi lagi. Pagi ini bukan pak ujang yang mengantar aku kesekolah tapi Julian, bukan kerena anaknya pak ujang sekit, tapi kerena Julian yang ingin mengantarku kesekolah. Mungkin Julian ingin memastikan aku kembali kesekolah dan bersikap baik terhadap orang-orang yang telah menfitnah aku.
Tadi malam aku sempat berfikir, mungkin tidak chris yang melakukan semua ini untukku. Kalaupun dia yang menyuruh Daniel dan elex mengaku kepada pak erik, itu tak penting. Yang penting sekarang adalah bagaimana dia begitu lama mengatakan itu kepada pihak sekolah. Apa dia memang ingin aku pergi dari sekolah itu? Mungkin nanti aku perlu berbicara dengan chris di sekolah, apa maksud dari semua ini?
Julian memarkirkan mobilnya dengan hari-hati dan segera keluar dan akupun menyusul Julian dan keluar dari mobil. Beberapa orang kaget saat aku berada di sekolah ini lagi. Aku melihat chris sedang berjalan memasuki sekolah dengan handsfree yang menempel di telinga kririnya, dia berjalan seolah hanya ada dia seorang di dunia ini. Aku ingin mengejar chris, tapi itu tak mungkin karena aku harus menghadap bu dewi terlebih dahulu.
Berlahan aku melangkahkan kaki memasuki ruangan kepala sekolah, ku ketuk pintu besar yang ada di depanku.
“silahkan masuk.”perintah seorang wanita dari dalam ruangan.
“selamat pagi bu.”sapaku dengan sopan.
“selamat datang kembali jessyca adam.”ucap bu dewi dengan senyum.
“apa ada yang perlu dibicarakan bu?”tanyaku pada bu dewi dan duduk si kursi yang berada di depan meja kerja bu dewi.
“ibu hanya ingin meminta maaf atas semua yang terjadi. Ibu tak menyangka kalau Daniel dan alex yang memulai semua perkelahian itu.”ucapnya dengan begitu lemah.
“tidak apa-apa bu. Kalau tidak ada yang perlu di bicarakan saya ingin kembali kekelas sekarang.”aku berdiri dari meja dan menuju pintu.
“tidak ada yang lain, hanya ingin mengingatkan kamu saja untuk memepersiapkan diri mengikuti ujian nasional.”
“saya tahu bu!”ucapku dan pergi keluar dari kantor bu dewi. “kemana Julian pergi?”tanyaku pada diri sendiri.
Sejak pergi dari parkiran, Julian tak kelihatan. Kemana dia pergi? Kenapa tiba-tiba dia menghilang begitu saja? Aku mencari Julian di sekitar sekolah tapi tak menumakannya. Tapi tiba-tiba saja aku nemukan Julian dengan seorang wanita berada di halaman belakang sekolah.
“ian kamu kok tidak perna datang kerumah lagi?”
“maaf ya, akhir-akhir ini aku sibuk sekali.”jawab Julian
“orang tuakku sudah sering menanyakan kamu dirumah.”
“maaf ya, aku tak punya waktu banyak untuk kamu.”Julian mulai mendekatkan dirinya kepada seorang wanita yang berada di depannya
“tidak apa-apa. Yang penting sekarang kamu ada disini.” Sang wanita mulai membelai wajah Julian.
Sedang apa mereka disini? Dan siapa wanita itu? Aku tak dapat melihat wanita itu kerana dia membelakangi aku. Dari belakang dia mirip dengan ibu fanny, tapi mana mungkin Julian pacaran dengan wanita kuno seperti bu fanny.
“bagaimana dengan pekerjaan kamu disini?”tanya Julian tanpa mengalihkan matanya dari wajah wanita itu.
“pekerjaan aku sangat menyenangkan.”ucap wanita itu dangan rasa puas.
“baguslah kalau begitu.” Julian mulai meletakan tangannya di pipi wanita itu dan mulai mecium bibir wanita itu. Mereka sangat menikmati yang meraka lakukan, mereka seolah memiliki dunia ini berdua. Mereka juga tak menyadari kalau aku memperhatikan mereka dari tadi. Julian terus mencium wanita itu dan wanita itupun sepertinya menikmati siuman mereka. Aku begitu muak dengan pemandangan ini dan akupun meninggalkan mereka berdua melanjutka ciuman mereka. Aku begitu penasaran dengan wanita itu, aku fikir Julian tipe orang yang sangat pemilih dalam hal wanita. Begitu banyak wanita yang jatuh cinta padanya, tapi Julian selalu saja mengabaikan wanita-wanita yang mendekatinya. Kalau ditanya kenapa dia tidak menghiraukan wanita itu, Julian selalu saja menjawab; “aku tidak menyukai wanita seperti itu.” Dan sekarang setelah dia begitu banyak menolak wanita dia malah pacaran dengan seorang gadis yang penampilannya di bawah wanita-wanita yang mendekatinya. Tipe Julian memang sangat jelek sekali.
Dengan wajah yang masih penasaran aku memasuki ruangan kelas. Aku segera menuju kursi yang seudah lama aku tinggalkan dan duduk di atasnya.
“jessy…!”teriak maria dari pintu kelas “aku kira anak-anak bohong padaku! Mereka bilang mereka melihat kamu di parkiran dan mengenakan seragam kembali.”sambungnya sambil memeluk aku.
“iya aku kembali ke sini.”ucapkku padanya dengan seperti biasa jutek padanya.
“baguslah! Aku senang sekali kamu kembali ke sekolah ini.”maria tak henti-hentinya memeluk aku.
“sudah hentikan.”mintaku dan melepaskan tanganya dari badanku.
“maaf..maaf..aku terlalu senang.”
“selamat pagi anak-anak.”sapa bu fanny dari pintu kelas.
“selamat pagi bu.”jawab semua siswa-siswi. Sesaat aku tak memperhatikan bu fanny, tapi setelah aku memperhatikan bu fanny aku jadi ingat sesuatu.
Kalau nggak salah? Wanita yang bersama dengan Julian adalah wanita yang berpakaian kemeja biru dengan rok hitam. Dan sekarang bu fanny sedang mengenakan pakaian yang serupa. Mungkin nggak ada dua orang yang mengenakan baju yang sama dalam sekolah ini? Setelah ku perhatikan memang yang bersama dengan Julian adalah bu fanny. Mungkin Julian menolak semua wanita yang mendekati Julian karena dia sudah memiliki pacar. Tapi dia tak perna memberitahuku tentang pacarnya itu padaku. Memang kami tidak terlalu akur, tapi setidaknya dia memberitahukan kalau dia sudah mempunyai pacar.
Pelajaran hari ini tidak begitu membosankan, minimal bisa mengisi waktuku setiap jam perhari. Setelah bunyi bel berbunyi ku bereskan semua buku-buku dan ku masukkan dalam tas. Aku mencari-cari chris di seluruh penjuru tapi aku tak bisa menemukannya. Ku telusuri halaman belakang tempat dimana aku menemukan Julian dan bu fanny sedang bercumbu. Dan tepat dimana aku milihat Julian disinilah seorang sedang berdiri menatap langit.
“hai..”sapaku pada chris dan berdiri di sampingnya. Tapi chris tidak menjawab sapaanku. “aku tahu kamu yang membujuk Daniel dan elex mengakui semua yang terjadi.”sambungku.
“aku hanya melakukan yang benar.”jawabnya dengan singkat.
“lalu apa maksud semua ini?”tanyaku padanya.
“tidak ada.”jawabnya dengan tetap memandangi langit yang biru.
“tidak ada? Apa kamu serius?”tanyaku kembali.
“aku serius.”chris mulai melihat ke arahku.
“baguslah kalau begitu. Ya sudah aku hanya ingin menanyakan hal itu saja.”ucapku dan pergi meninggalkannya.
“tunggu.”tiba-tiba saja chris menarik tanganku.
“ah..apa?”tanyaku dengan kaget.
“apa kamu tidak mengucapkan terimah kasih padaku?”tanya Julian dengan menggengam tanganku.
“terimah kasih, untuk apa?”tanyaku.
“karena aku sudah mengembalikan kamu kesekolah ini.”
“bukanya aku yang harus bertanya, kenapa kamu baru mempunyai keberanian sekarang untuk mengakui semua yang telah terjadi?”tanyaku dengan sedikit emosi dan pergi meninggalkan chris.
“Dia fikir, dia itu siapa? Masa ada orang seperti dia di dunia ini!” aku mulai berbicara dengan diriku sendiri. Memang baru pertama kalinya aku bertemu dengan orang yang begitu menjengkelkan dalam hidupku selain Julian. Sudah jengkel sengan Julian hari ini dan sekarang aku harus berurusan dengan anak yang tidak tahu malu itu.
Pak ujang sudah ada di parkiran, aku segera masuk dan pak ujang melaju mobil dengan kecepatan tinggi. Aku dan pak ujang tidak saling berbicara satu sama lain. pak ujang terlalu sibuk mengemudikan setir dan aku sibuk dengan otaku yang tidak dapat menerima semua yang terjadi hari ini. Julian pacaran dengan bu fanny, aku tak bisa menerima ini dengan otakku yang sekarang sedikit kacau. Bagaimana mungkin itu terjadi? Aku tak mengerti tentang Julian, walaupun aku sudah mengenal Julian lama sekali. Ku gelengkan kepalaku berkali-kali karena aku pusing sekali. Sesekali pak ujang melihatku melalui spion yang sedang menggaruk kepalaku.
Apa mungkin aku tanya saja pada Julian? Tapi aku pasti kelihatan seperti orang bodoh dihadapannya. Lalu apa yang akan kulakukan sekaran ini? Bagaimana nanti kalau benar Julian akan menikah dengan bu fanny? Berarti yang mengurus aku tidak akan ada lagi. Apa yang bisa kulakukan tanpa Julian? Untuk belanja pakaian saja aku perlu bantuan Julian. Oh Tuhan kenapa ini bisa terjadi? Aku mulai tidak mengerti dengan diriku sendiri, dulu aku begitu membenci Julian dan sekarang apa yang aku fikirkan? Harusnya aku senang kalau Julian menikah, dia tidak akan mengurusi aku lagi dan aku bisa melakukan apa yang aku inginkan.
Didalam mobil aku tak berhenti berfikir, sampai malam pun aku masih terjaga. Aku tidak dapat memejamkan kedua mataku. Mereka seolah tidak dapat diajak kompromi sekarang ini. Walaupun aku sudah mengantuk sekali tapi mataku tak bisa terpejam. Dengan membaca beberapa buku, akhirnya aku bisa mengantuk dan akhirnya aku terlelap sampai pagi.

















Makan malam

Hari ini ada ujian praktek olah raga. Semua anak berlatih memasukkan bola kedalam kerajang sambil melompat dengan begitu semangat. Untuk beberapa anak berhasil memasukkan bola mereka kedalam ring. Mereka yang berhasil terlihat begitu bahagia dan yang tidak berhasil ingin terus mencoba. Dengan memakai seragam olah raga ku ambil satu bola orange dan berdiri di garis three point kulepar bola yang ada ditanganku ke dalam ring dan hasilnya adalah briliant. Salah seorang bertepuk tangan dari belakang.
“wow bagus banget! Ternyata kamu pintar main basket juga ya!”puji maria.
“biasa saja.”ucapku dan memberikan bola yang barusan aku tangkap pada maria.
“aku tidak teerlalu bisa.”
“tapi mencoba itu tak ada salahnyakan?”ucapku pada maria.
“untuk melemper bola kamu perlu memperhatikan badanmu, coba lihat aku sekarang.”aku mencontohkan bagaimana melempar bola ke dalam ring.
“wow masuk lagi.”puji maria kembali.
“ayo sekarang giliran kamu.”aku mulai mengarahkan maria untuk melempar bola dengan baik. Dan saat maria mencoba maria berhasil dengan baik.
“wow..berhasil!”teriak maria dengan semangat.
“aku sudah bilang kamu bisa kalau kamu mau mencoba.” Ku berikan bola itu pada maria dan memintanya untuk melempar kembali. Untuk yang kedua kalinya dia kurang beruntung dan maria tidak berhasil. Maria terus mencoba beberapa kali dan beberapa lemparan dia berhasil.
“anak-anak apa kalian sudah siap?”tanya pak albert dengan membawa buku nilai di tangannya.
“siap pak!”jawab semua siswa siswi.
“kalua kalian sudah siap, kita akan memulai dari absen yang paling atas. Yang pertama adalah eldo.” Pak albert segera membuka buku nilai dan segera menyuruh aldo untuk melakukan beberap gerakan dan lemparan. Dan sepertinya aldo sangat baik dalam hal basket, kerena dia terlihat sangat menikmati ujian ini.
Setelah selesai melakukan ujian praktek aku segera keruang ganti dan membersikan diri dari keringat yang begitu mengganggu. Semua anak terlihat sangat puas dengan nilai mereka hari ini. Maria tak henti-hentinya berterima kasih karena dia mendapat pujian dari pak albert kali ini. Ku ganti bajuku dengan seragam sekolah dan pergi ke halaman belakang untuk menikmati beberapa lagu baru yang baru saja aku download. Ku pasang handsfree di telingan kiriku dan berjalan menuju halaman belakang. Dari kejauhan aku dapat melihat seorang siswa sedang berdiri dan setelah aku dekat dengannya akuk menyadari siswa itu adalah chris.
“apa yang kamu lakukan disini?”tanyaku padanya.
Chris tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya asyik dengan dirinya sendiri yang sedang menikmati langit biru. Kutinggalkan dia yang sedang memandang langit.
“kamu pakai farfum Diesel Fuel For Life kan!”ucap chris secara tiba-tiba.
“apa, bagaimana mungkin kamu tahu?”tanyaku kaget.
“farfum itu terbuat dari bunga melati dan dengan aroma patchouli dan amber yang mencerminkan dirimu.”ucapnya.
“aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan.”
“aku membicarakan tentang dirimu.” Ucapnya padaku dan mulai melihat aku dengan pandangan yang begitu aneh.
“kamu jangan mengarang.”ucapku dan melangkahkan kakiku.
“aku tak mengarang, itulah yang sebanarnya. Kamu memang terlihat begitu garang dan pemarah tapi sebenarnya kamu itu sangat hangat.”ucapnya seakan dia menganal aku.
“aku tak mengerti apa yang kamu bicarakan.”aku pergi meninggalkan chris sendirian di halaman sekolah.
“kamu itu harusnya mengerti apa yang ku katakana!”chris mengucapkan kata-katanya itu setengah berteriak.
Setelah sekolah selesai aku pulang dan terus saja memikirkan apa yang dikatakan oleh chris. Aku benar-benar tak mengerti dengan yang dikatakan olehnya, sebenarnya apa yang ingin dibicarakan chris padaku? aku memukul drum dank u mainkan beberapa lagu untuk menghilangkan semua fikiran yang ada dalam kepalaku.
“jessy kamu kenapa?”tanya Julian tiba-tiba ada di studio.
“apa kamu tidak bisa lihat aku sedang melakukan apa?” tanya ku kembali pada Julian.
“aku bisa melihat kamu sedang main drum, tapi kenapa wajahmu cemberut begitu?”tanya Julian sambil duduk diatas sofa. Julian memainkan gitar yang ada ditangannya.
“kenapa kamu itu selalu saja ingin tahu?”tanyaku kesal pada Julian.
“aku sudah minta izin sama pak adam untuk mengajak kamu untuk keluar.”ucapnya dengan nada datar dan tetap mamainkan gitarnya.
“aku tak mau keluar.”ucapku dengan ketus.
“sudah ikut saja sama aku!”ucap Julian seraya berjalan kearahku kemudian menggendongku keluar dari studio.
“Julian lepaskan aku.”aku berteriak-teriak dan memukul punggungnya. Tapi dia tetap saja tak melepaskan aku.
“tenang saja kamu tidak akan aku apa-apain.”dia masih tetap menggendongku sampai ke mobil.
“Julian kita mau kemana?”tanyaku padanya.
“kita akan ketempat yang tidak akan perna kamu fikirkan.”ucapnya dengan percaya diri. Dan duduk di kursinya kemudian mengemudikan mobilnya dengan begitu hati-hati.
“kita mau kemana?”tanyaku kesal pada Julian. Aku memasukkan kepingan cd ke dalam vcd player dan cd yang ku pilih adalah simple plan. Aku memandangi jalan yang sudah mulai sepi dari balik kaca mobil. Fikiranku tak beraturan, semua yang dilakukan Julian sungguh keterlaluan. Selama ini papa tidak perna protes dengan Julian, papa selalu setuju dengan apa yang dikatakan Julian. Entah Julian memberikan obat apa pada papa, sampai-sampai papa selalu menuruti kata-kata Julian. julian membawa mobil belok ke kiri dan jalan ini memang sangat sepi sekali.
“Julian kita mau kemana?”ucapku semakin takut.
“tenang saja aku tak akan menyakitimu, paling aku akan meminta tebusan sama pak adam sebesar seratus juta saja.”ucapnya dan melirik ke arahku.
“apa?”tanyaku dengan kaget.
“ha..ha…kamu benar-benar takut ya?”Julian menertawakan tampangku yang ketakutan.
“siapa yang takut?”elaku.
“oke kita sudah sampai.”Julian keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil untuku.
“ini dimana?”tanyaku pada Julian sambil melihat ke kanan dan kekiri.
“ini adalah tempat makan favoritku, mungkin kamu akan menemukan makanan yang kamu sukai disini.”Julian menarik tanganku dan menuju sebuah meja yang sudah ada orangnya.
“fanny kenalin ini jessyca.”Julian memeperkenalkan aku dengan guruku sendiri. Apa dia sudah gila? Bukannya dia tahu kalau aku sekolah di tempat bu fanny bekerja, apa dia pura-pura tak tahu?
“malam bu.”ku ucapkan salam pada bu fanny.
“malam juga jessy.”bu fanny membalas salamku. Aku tak menyangka kalau bu fanny bisa secantik ini. Biasanya dia selalu saja mengenakan baju yang hampir sama setiap harinya. Tapi untuk malam ini aku akui bu fanny memang cantik.
“fan ini adalah anak pak adam, aku sudah sering cerita kan.”ucap Julian pada bu fanny.
“oh jessyca yang ini, aku kira jessyca yang ada di kelas 3C!”bu fanny melihat aku dengan pandangan yang aneh.
“jessy kamu mau pesan apa?”tanya Julian padaku.
“kamu saja yang pilih, aku suka semua yang kamu makan.”aku menjawab Julian dengan kesal. Maksud dia mengajak aku kesini apa sih? Ucapkuk dalam hati
“fanny kamu mau pesan apa?”tanya Julian pada bu fanny.
“seperti biasa saja.”jawab bu fanny dengan singkat.
“pelayan.”Julian mengangkat tanganya dan kemudian pelayan yang lengkap dengan dasi kupu-kupunya menghampiri meja kami.
“silahkan pak, mau pesan apa?”tanya pelayan dengan ramah.
“saya mau pesan nasi goreng specialnya dua, spageti, dan minumannya jus jeruk dengan air putih dua.” Julian memesan makan dengan cepat dan pelayan pun mengulang kembali pesanan makanan kami dan setelah itu dia pergi ke belakang dan kembali untuk melayani tamu yang lainnya.
“ian apa kalian selalu makan makanan yang sama?”bu fanny bertanya dengan pandangan yang cukup aneh pada Julian.
“tidak juga sih, tapi kadang-kadang kami makan makanan yang sama. Lagian di sini nasi gorengnya enak, jadi tidak ada salahnya kan kalau aku pesan nasi goreng buat jessyca?”selera makan kami memang tak jauh beda.
“jessy kamu datang ya nanti di hari pertunangan kami.”ucap bu fanny mendadak.
“apa bu? Tunangan?” aku seperti tersambar petir yang sangat dasyat.
“iya tungangan, memang Julian tidak memberi tahukan kamu ya?” ucap bu fanny sambil melihat ke arah Julian.
“tidak, Julian tidak memberitahu aku.”ucapku dengan ringan.
“permisih pak, silakan pesanannya.”ucap pelayan yang bernama rian. Pelayan itu meletakkan semua pesanan kami di atas meja.
“terima kasih ya mas” ucap Julian pada pelayan itu, pelayan pun pergi dengan tersenyum.
“jessy silahkan makan.”Julian memberikan piring yang berisi nasi goreng ke hadapanku. Bu fanny terlihat sangat tidak senang dengan perlakuan Julian terhadap aku.
“sayang kamu mau aku suapin nggak?”tiba-tiba saja bu fanny berubah menjadi seseorang yang tidak aku kenal. Bu fanny mengambil spageti dan memberikannya kepada Julian. aku hanya tersenyum melihat perlakuan bu fanny kepada jullian.
“fanny aku bisa makan sendiri.”ucap Julian kepada bu fanny saat bu fanny ingin menyuapi Julian dengan spagetinya kembali.
“kapan kalian akan tunangan?”tanyaku pada Julian.
“dua minggu lagi.”jawab bu fanny.
“wow…!”ucapku dengan kaget. aku berusaha tenang saat bu fanny menyebutkan dua minggu lagi.
“kamu pasti datangkan jess.”ucap bu fanny.
“aku pasti datang, aku senang akhirnya Julian mendapatkan wanita idamannya. Selama ini sudah banyak wanita yang di tolak olenya.”
“benarkah?”tanya bu fanny dengan kaget.
“memang Julian tidak cerita?”tanyaku pada bu fanny.
“tidak perna.”jawab bu fanny dengan memandang kearah Julian.
Dasar wanita aneh, disekolah laganya seperti wanita baik-baik ternyata dia mempunyai jiwa yang susah di mengerti. Ku habiskan semua nasi goreng yang ada di atas piring dan Julian melihat aku dengan aneh. Mungkin baginya ini baru pertama kalinya aku mampu menghabiskan nasi goreng dengan porsi sebesar ini.
Makan malam kali ini berakhir dengan menjengkelkan, bu fanny berubah dan Julian sepertinya menjadi aneh juga. Setelah kami menghabiskan semua yang ada di hadapan kami akhirnya kami meninggalkan restaurant. Julian mengambil kunci dari dalam kantong celananya dan mengidupkan mobil dari jarak tiga meter. Aku segera menuju mobil dan membuka pintu depan. Aku duduk di samping Julian dan bu fanny duduk dibelakang. Melihat wajah bu fanny yang muram aku mengerti kalau dia ternyata cemburu padaku. bagaimana kalau dia tahu bahwa semua pakaianku dibeli oleh Julian. bisa-bisa bu fanny mati berdiri.
Setelah sampai di depan rumah bu fanny, Julian membukakan pintu dan mengantar bu fanny masuk kedalam halaman rumah bu fanny. Julian memberikan sebuah kecupan di kening bu fanny kemudian meninggalkan bu fanny dihalaman rumah. Julian kembali melaju mobil menuju rumahku.
“jessy kamu kenapa berwajah seperti itu?”tanya Julian padaku dengan memandangiku.
“harusnya aku yang bertanya.”jawabku.
“memang kamu mau tanya apa?”ucap Julian dengan santai.
“kenapa kamu tak beri tahu aku bahwa kalian akan bertunangan?”
“apa itu penting untuk mu?”tanya Julian kembali.
“tidak juga sih!”jawabku
“yang penting sekarang untuk kamu adalah lulus ujian dan pergi ke Milan untuk kuliah. Dan yang lainnya biarkan aku mengurusnya!”
“lalu kalau kalian sudah menikah apa kamu akan tetap mengurusku?”tanyaku tiba-tiba.
“apa? Bukannya kamu paling tidak suka sama aku?”
“memang benar aku tidak suka sama kamu!”jawabku dan kembali memandangi ke luar jendela.
“kalau nanti aku sudah menikah kamu itu harus mencari pacar, biar nanti malam minggu ada yang mengajak kamu keluar.”
“aku nggak mau cari pacar!”ucapku dengan ketus.
“apa kamu masih terus mengingat Edward?”tanya Julian padaku.
“aku sudah melupakannya sejak kamu menghajar dia sampai babak belur.”
“lalu kenapa sampai saat ini kamu belum punya pacar?”tanya jullian kembali
“apa aku harus menjawabnya?”tanyaku pada jullian.
“harus!”jawab Julian.
“Karena aku tidak suka pria. Semua pria itu egois dan aku tidak perna mengerti dengan pemikiran para pria. Contohnya papa, aku tidak perna mengerti dengan semua yang papa fikirkan, papa tidak perna memperhatikan aku, papa jugu egois!” aku menyampaikan apa yang aku fikirkan tentang papa.
“tapi semua yang pak adam lakukan adalah untuk kamu!”
“untuk aku? Apa kamu tidak salah?”
“apa kamu tahu, pak adam yang selalu memberitahukan ulang tahun mu hari apa. dan aku selalu di minta memberikan hadiah yang special untuk mu!”
“tapi papa itu egois!”
“iya memang kadang-kadang! Tapi kamu tidak boleh berfikiran jelek dengan pak adam mulai sekarang, apa kamu tahu kalau beliau sangat mencintai kamu. Di setiap perjalanannya, pak adam selalu membawa jepit dasi yang dulu kamu berikan pada beliau.”
“masa sih?”tanyaku kaget.
“ia.”jawab jullian. “kamu itu sekarang harus rajin belajar, karena hari senin sudah ujian nasional. Kamu tidak mau mengecewakan pak adam dan almarhum ibu kamu kan?”
Aku tak dapat berkata apa-apa lagi. Selama ini ku kira Julian yang selalu memperhatikan aku, tapi semua itu berasal dari papa. Ku fikir papa tidak perna mengingat hati ulang tahunku, ternyata papa juga yang menyuruh Julian membelikan hadiah jauh-jauh hari. Aku memang tak mengerti dengan pemikiran orang dewasa seperti papa.
Kami sudah sampai di depan rumah, aku keluar dari mobil dan mengucapkan salam perpisahan dengan Julian. aku masuk kedalam rumah dan saat aku berada di dalam ruang tamu aku dapat melihat foto aku, mama dan papa! Aku sangat sedih sekali mengingat saat mama meninggal, papa terlihat tak memiliki nyawa lagi dan sejak itu papa jadi tidak terlalu perhatian denganku. Aku seperti orang lain untuknya.
“malam jessy. Baru pulang?”papa tiba-tiba saja sudah ada di belakangku.
“iya pa, belum tidur?”tanyaku.
“belum, tiba-tiba saja papa ingat sama ibu.”papa melihat photo kami yang menempel di dinding.
“jessy juga selalu ingat mama, kiraian papa sudah lupa sama mama?”rasanya aku ingin menangis malam ini.
“mana mungkin papa bisa melupakan mama.”
“jadi kenapa papa selalu dingin sama jessy? Papa tidak perna sayang sama jessy.”aku merasa pipiku hangat dengan air mata yang jatuh dari kedua mataku.
“jessy jangan menangis seperti ini.”papa mulai memelukku. Terakhir kali papa memeluk aku waktu panguburan mama. Setelah itu tidak perna lagi.
“hiks…hiks…!”aku mulai menangis dengan kencang. Semua kenangan tenang mama, papa dan aku muncul dalam otakku.
“jessy, papa minta maaf! Bukan maksud papa untuk menjauhi kamu, tapi setiap kali papa melihat wajahmu, papa selalu saja mengingat almarhum mama kamu. Wajah mu seperti wajah mama waktu masih mudah. Saat papa melihat wajahmu setiap saat papa begitu sedih dan tidak bisa menahan air mata papa. Sekali lagi papa minta maaf!”papa mengelus-elus rambutku yang sudah mulai panjang.
“papa kejam sama jessy!”
“iya papa memang kejam!”papa melepaskan pelukannya dan melihat wajahku yang sudah penuh dengan air mata. “mulai sekarang jessy tidak perlu merasa sedih lagi. Papa sayang sama jessy!”papa mengahapus air mataku dengan tangannya.
“jessy juga sayang sama papa!”aku kembali memeluk papa.
“sudah jangan menagis lagi. Bagaimana kalau besok kita pergi liburan?”
“baiklah.”jawabku dengan senang.
“kalau begitu sekarang jessy tidur ya.”
“iya..”jawabku pada papa.
Aku meninggalkan papa di ruang tamu sendirian. Mungkin selama ini aku berlebihan, akun selalu mengeluh dengan semua yang terjadi setiap saat. Mulai sekarang aku akan selalu sayang sama papa. Batinku. Aku melemparkan badanku ke atas tempat tidur dan mulai memejamkan mataku.















Hari yang menyenangkan
“apa semua sudah siap?”tanya papa sambil sibuk membereskan semua barang-barang yang harus dibawa ke tempat kemping.
“semua sudah siap pa.”jawabku dengan membawa cool box ke dalam mobil.
“baiklah kalau begitu, kamu tunggu saja di dalam mobil.”perintah papa dengan tetap memasukkan tikar kecil.
“wow..sepertinya sudah siap semua nih!”Julian keluar mobilnya.
“kamu mau ngapain kesini?”tanyaku dari mobil.
“jessy, Julian papa yang mengajak.”
“lagian tidak enakkan kalau Cuma berdua!”Julian membantu papa memasukkan barang-barang kedalam mobil.
“oke semua sudah siap!”seru papa. Julian dan papa masuk kedalam mobil. Julian duduk dibelakang dan aku disamping pak supir.
“kita mau kemping dimana sih pa?”tanyaku pada papa yang ada disampingku.
“nanti kamu juga akan tahu.”jawab papa.
Aku menikmati perjalan hari ini, walaupun tempatnya lumayan jauh. tapi semua yang terjadi hari ini tidak akan perna kulupakan. Mama jessy senang sekali hari ini, apa mama bisa melihatnya dari sana? Batinku.
Ditepi jalan terlihat banyak sekalli pohon yang menjulang tinggi. Dan beberapa menit kemudian mobil berhenti di depan danau yang begitu indah. Tak kusangka ada danau yang begitu biru di tempat ini. Walaupun dikelilingi hutan yang begitu lebat, tapi sepertinya danau ini terawat. Aku segera keluar mobil dan mulai melihat ke kiri dan kekanan. Julian dan papa mengeluarkan semua barang-barang yang telah disiapkan dari rumah. setelah puas menikmati pemandangan danau ini, aku pun segera membantu Julian dan papa untuk mengankat barang-barang. Julian menggelar tikar dan aku mengangkat cool box dan tapewear.
Setelah semua telah siap akhirnya kami bertiga duduk di atas tikar dan mulai membuka beberapa minuman ringan. Aku mengeluarkan beberapa makanan ringan dari tas yang berwarna hitam. Kami saling pandang satu sama lain, tak perna kami pergi bertiga untuk kemping, tapi kalau pergi ke pesta itu sering sekali. Aku melihat ada sebuah keluarga yang sedang asyik bermain kejar-kejaran, terlihat mereka sangat bahagia sekali. Seperti diriku yang sekarang juga bahagia.
“jessy bukannya itu teman satu sekolah kamu?”Julian menunjuk kearah tiga orang yang sedang berjalan ke arah danau.
“iya!”jawabku singkat. Aku belum bisa melupakan pertemuan aku dengan chris waktu kemarin.
“mereka tinggal di asramakan?”tanya Julian padaku.
“iya tapi setiap akhir pekan mereka boleh pulang kerumah.”aku memasukkan snack ke dalam mulutku. Dan tiba-tiba saja mereka berjalan kearah kami bertiga.
“hai jessy!”sapa deniel.
“hai juga, kalian bertiga sedang apa disini?”tanyaku pada mereka tanpa memalingkan wajahku pada mereka.
“sama seperti apa yang kalian lakukan.”jawab chris dengan tampang dingin.
“kalian sudah makan belum, bagaimana kalau kita makan bersama?”ajak papa pada meraka bertiga.
“tidak usah om, kami juga sudah mau pulang.”ujar chris.
“kok baru sampai sudah mau pulang? Mendingan kalian gabung saja sama kita.”timpah Julian.
“ya sudah kalian duduk disini saja.”papa member tempat pada meraka bertiga. Akhirnya mereka pun duduk diatas tikar dan chris tak henti melihat kearahku.
“nah kalau kita rame kan jadi enak!”ujar papa.
“jessy kamu kok kelihat tidak senang meraka gabung sama kita?”tanya Julian.
“tidak apa-apa.”jawabku asal.
“kalian tidak satu kelas ya?”tanya Julian.
“tidak!”aku menjawab bersamaan dengan chris.
“oh..”Julian melihat kearahku dan kearah chris secara bergantian.
“sepertinya disini sedang ada perang dingin ya!”ujar Julian dan masih memperhatikan aku.
“perang dingin?”tanya chris.
“iya, jessy itu kalau tidak suka sama orang maka dia akan selalu bersikap dingin pada orang tersebut. Maka kalian jangan perna mencarai masalah dengannya, kalau kalian masih ingin hidup.” Julian melihat kearahku kembali.
“oh..ternyata orang ini seperti itu ya!”ujar chris.
“oke..bagaimana kalau kita mulai makan siang! Papa sudah lapar.”papa memecahkan keheningan.
“iya aku juga sudah lapar om.”sahut Daniel.
“kamu memang selalu lapar!”alex menyikut Daniel. Papa mulai membuka tapewear dan membagikan piring kertas satu-satu. Julian pun mengambil botol air mineral dan meletakkannya di tengah-tengah. Karena kami Cuma membawa tiga sendok, jadi chris, alex, dan Daniel tidak kebagian. Jadi meraka mekan hanya mengunankan tangan saja. Karena papa dan Julian tidak merasa enak jadi sendok meraka di letakkan kembali kedalam tas hitam.
“sepertinya kamu pemain drum.”ujar Julian pada alex sambil melihat tangannya.
“iya, kok kamu kamu bisa tahu?”tanya alex dengan heran.
“soalnya cara kamu memegang sesuatu itu berbeda dengan orang biasa. Sama seperti jessyca!”Julian melihat kaerah ku.
“memang jessyca main drum juga!”tanya Daniel dengan keget.
“oh kalian tidak tahu ya, dulu waktu di belanda jessy salah satu personil band muda.” Julian tak henti-hentinya membicarakan aku.
“oh…”ujar Daniel dan alex bersamaan.
“apa kalian punya band?”tanya papa.
“iya kami bertiga mempunya band sendiri. Drumnya saya, bassis adalah Daniel dan vocal dan gitarisnya adalah chris!”jelas alex.
“kalian adalah anak muda yang berbakat kalau begitu.”puji papa pada meraka bertiga.
Aku tak ikut dalam pembicaraan meraka, kunikmati makananku sendiri tanpa menghiraukan meraka membicarakan apa.
“jessy kamu kok diam saja?”tanya papa.
“kalau lagi makan itu tidak boleh bicara!”jawabku dengan jutek.
“apa kalian butuh seorang drummer?”tanya Julian.
“untuk siapa?”tanya chris.
“untuk jessyca, dia itu selalu main drum sendirian di rumah. siapa tahu kalau dia punya band lagi semangatnya bisa kembali.”ujar Julian sok tahu.
“bisa sih, tapi sebentar lagikan sudah ujian. Jadi semua aktifitas band kami hentikan sampai ujian selesai.”jelas chris.
“siapa juga yang ingin masuk dalam anggota band kalian.”ujar ku cetus.
“baiklah kalau begitu!”ujar chris dingin padaku.
“baiklah-baiklah dari pada kalian perang dingin terus disini, bagaimana kalau kita pergi mincing saja!”ajak papa pada kami semua.
“mancing? Bukannya papa tidak bawa alat mancing?”tanyaku pada papa.
“oh iya ya! Papa lupa…”papa mengelus-elus kepalanya sendiri.
“baiklah kalau begitu kita jalan-jalan saja di tepi danau.”ajak Julian.
Kami pun segera bangkit dari tempat duduk kami masing-masing. Julian dan papa mulai sibuk lagi membereskan semua perlengkapan. Mereka bertiga membantu memasukkan beberapa perlengkapan kedalam tas. Menikat tikar, menbuang sampah dan merapikan tempat kami semula. Aku sudah pergi duluan melihat-lihat ke tepi danau.
“ternyata kamu disini?”tiba-tiba saja chris menghampiri aku.
“memang kenapa?”tanyaku jutek padanya.
“kenapa kamu tidak bilang kalau kamu seorang drummer?”
“untuk apa aku katakana padamu?”tanyaku balik.
“kitakan bisa latihan bersama.”jawabnya.
“kalau kalian ingin aku gabung dengan band kalian, kalian harus lebih banyak latihan.” Aku mulai duduk diatas rumput.
“aku akui kami memang tidak sebagus band kamu waktu di belanda, tapi kami bisa belajar dari kamu kan!”chris ikut duduk disampingku.
“aku sekarang sedang tidak tertarik dengan music.”
“memang kenapa? bukannya kamu itu sangat suka dengan music?”tanya chris dengan memandangi aku seperti orang aneh.
“apa aku harus cerita padamu?”aku tetap memandangi danua yang begitu damai.
“kalau kamu tidak keberatan!”jawab chris.
“tapi sepertinya aku tidak mau cerita sama kamu.” Aku mengalihkan pandanganku kearah chris.
“baiklah kalalu begitu!”ujar chris. Dia memangan kerah langit yang bigitu biru.
Kami tidak saling berbicara satu sama lain sampai akhirnya Daniel dan alex menghampiri kami berdua.
“kalian ternyata ada disini.”seru Daniel.
“memang ada apa?”tanya chris.
“tidak apa-apa sih, tapi jessy kamu dicari sama papa kamu tuh.”alex memberitahuku dengan nafas yang tak beraturan.
“baiklah, sepertinya kami akan pulang. Sampai ketemu besok disekolah.”aku melangkahkan kakiku dan kemudian bersiap untuk berlari.
“jessy..!”tiba-tiba chris memanggilku dan kaki ku berhenti melangkah, ku balikkan badanku.
“ada apa?”tanyaku pada Julian dengan wajah yang ingin tahu.
“tidak apa-apa, Cuma ingin bilang hati-hati dijalan.”jawab chris dengan wajah setengah memerah.
“terimah kasih!”seruku dan akhirnya aku berlari menuju arah barat.
Selama dalam perjalan pulang aku hanya memikirkan tentang ujian besok. Besok akan mulai ujian nasional untuk mata ujian yang pertama adalah matematika. Mungkin jumlah ujiannya sekitar eman puluh soal.



Pertemuan terakhir
“jessy papa pergi dulu.”pamit papa padaku kemudian mengecup keningku. “kamu yang baik sama Julian, jangan suka berantam juga!”nasehat papa padaku.
“tenang saja pa, tapi kalau Julian yang mulai aku tidak bisa diam saja dong.”aku melirik kea rah Julian yang sudah menunggu papa di depan mobil.
“ujian kamu besok sudah selesai, nanti kalau kamu ingin jalan-jalan harus pamit dulu sama Julian.”
“iya papa tenang saja!”ucapku saking jengkelnya. Papa kira aku ini masih anak kecil apa. batinku.
“maaf pak, kita harus pergi!”seru Julian.
“ya sudah kalau begitu papa pergi dulu. Kamu harus turuti semua kata-kata Julian kalau papa sudah tidak ada.”ucap papa kembali.
“iya pa, dari tadi nasehat papa itu terus. Jessy bosan dengarnya, kaya papa mau pergi lama saja.”ucapku jengkel.
“kamu hati-hati kalau mau pergi-pergi ya!” seru papa ketika berjalan menuju mobil.
“papa cerewet!”ucapku. kemudian aku berlari kecil menuju mobil pak ujang.
Mobil Julian keluar telebih dahulu dari rumah, kemudian aku dan pak ujang. Papa hari ini ada perjalan tugas ke Monaco. Tadinya aku akan ikut, tapi karena ujian belum selesai jadi aku harus tinggal di Jakarta untuk beberapa hari. Mungkin aku akan menyusul papa ke Monaco kalau sudah selesai ujian.
Ujian hari ini adalah yang kedua. Kemarin mata ujiannya adalah matematika dan sekarang adalah bahasa Indonesia kemudian besok bahasa inggris. Untuk ujian bahasa Indonesia aku sudah cukup mengerti, karena maria selalu mengajariku tentang majas, kalimat majemuk dan masih banyak yang lainnya.
Setelah pak ujang memarkirkan mobil, aku segera turun. Semua siswa terlihat sibuk semua memegang buku bahasa Indonesia. Aku berjalan menuju ruangan ujian, aku melihat chris sudah duduk di kursinya dengan rapih dan memainkan pulpen yang ada di tangan kirinya. Ku letakkan tasku di atas meja dan ku jatuhkan badankku di atas kursi kayu yang keras ini.
“pagi jessy.”sapa maria dari pintu kelas.
“pagi juga. Bagaimana kamu sudah belajar?”tanyaku pada maria yang sedang meletakkan tasnya di mejanya.
“pasti dong!”jawabnya dan kemudian menghampiri mejaku.
“kamu sudah belajar jugakan!”tanya maria padaku.
“pasti, semua yang kamu ajarkan sudah aku hapalin semua.”ucapku sedikit bangga diri.
“baguslah!”ucapnya dengan senyum.
“maria kamu dipanggil bu fanny!”teriak ana dari pintu kelas.
“jessy aku pergi dulu ya.”maria pergi dengan berlari.
“jadi kamu sudah memahami bahasa Indonesia dengan benar?”tanya chris dari kursinya.
“apa itu penting untuk aku jawab?”tanyaku kembali.
“kirain kamu tidak bisa mengerti bahasa Indonesia? Karena kamu bukan orang Indonesia!”ucapnya dengan menatap kearahku.
“kamu fikir aku ini orang mana? Walaupun aku lahir di luar dan besar di luar negeri bukan berarti aku tidak bisa memahami tentang bangsa Indonesia.”seruku jengkel pada chris.
“tidak baik pagi-pagi sudah teriak-teriak!”ucapnya dan kembali memainkan pulpen.
“kamu yang mulai! kamu itu tidak bisa melihat aku senang sedikit ya! Kamu itu memang manusia yang paling menjengkelkan.”seruku kembali pada chris. Tapi sepertinya chris tidak memperhatikan semua perkataanku.
“kamu nanti siang ada acara tidak?”tanya chris kemudian.
“apa?”tanyaku dengan kaget.
“kamu ada acara tidak?”tanya chris kembali.
“memang kenapa?”aku melihat kearahnya dengan tanda tanya besar.
Belum sempat chris menjawab pertanyaanku, petugas ujian sudah datang. Ku pandangi chris, tapi dia tidak memberikan isyarat untuk menjawab pertanyaaku barusan. Tanpa basa-basi petugas ujian langsung membagikan kertas ujian dan kertas jawabab ujian.
Bel sudah berbunyi itu tandanya ujian hari ini sudah berakhir.
“ayo semuanya, sekarang kalian berhenti mengerjakan ujian. Dan secara teratur meninggalkan ruangan ujian.”perintah petugas.
“sebentar bu!”seru seorang siswa.
“tidak ada kata sebentar.”jawab ibu petugas.
“ya bu, dikit lagi nih.”seru yang satu lagi.
“ayo semuanya keluar dari ruangan ini!”perintah bu petugas.
Kami semua secara teratur keluar dari ruangan ujian dan semua siswa-siswi bergrombol di lorong kelas. Mereka semua sibuk membicarakan soal-sola ujian.
Secara tiba-tiba tanganku di gemgam oleh chris dan menarik aku dari keramean. Dia manarik aku dengan sangat kuat sekali, aku berusaha melepaskan gengamannya tapi aku tak berhasil.
“chris kamu mau mengajak aku kemana?”tanyaku sambil mengikuti langkahnya. “chris kamu kenapa sih?”tanyaku kembali. Tapi chris juga tidak menjawab pertanyaankku.
Aku pasrah mengikuti chris karena aku tidak berhasil melepaskan dari dari dirinya. Kami berhenti di belakang sekolah, chris melepaskan tanganku secara tiba-tiba. Aku merilekskan pergelangan tanganku yang sakit karena genggamannya yang begitu kaut.
“kita mau mengapain disini?”tanyaku dengan bingung.
“coba kamu lihat ke lengit.” Perintahnya.
“memang ada apa di langit?”tanyaku.
“coba lihat dulu beru bertanya.”perintahnya kembali.
Dengan berlahan aku menatap langit yang biru. Aku tak bisa melihat apa-apa selain langit dan awan yang bergrombol.
“tidak ada apa-apa!”ucapku.
“coba pejamkan mata kamu kira-kira satu menit.”perintahnya. ku coba memejamkan kedua mataku “sekarang buka secara berlahan-lahan”lanjutnya. Kuturuti semua yang di perintakan olehnya seperti manusia bodoh. “apa kamu bisa melihat sekarang?”tanya chris kembali.
“tidak ada apa-apa!”jawabku sambil mencari sesuatu yang berbeda di langit biru itu.
“sekarang pejamkan matamu.”chris menutup mataku dengan kedua tanganya.
Dia berdiri dibelakangku, dia sekarang begitu dekat denganku. Jantungku berdetak kencang dan tak beraturan. Entah kenapa bisa seperti ini, sebelumnya tidak perna meraskan seperti ini sebelumnya.
“sekarang buka matamu!”perintahnya dan melepaskan tangannya dari mataku. Untuk sesaat penglihatanku begitu buram, tapi kemudian aku bisa melihat pemandangan yang tidak perna kulihat sebelumnya.
“wow bagus banget!”seruku pada Christian.
“bagaimana kamu bisa melihatnya sekarang?”tanya chris.
“lihat itu, awan yang itu bisa berubah menjadi beruang!”tunjukku kearah langit.
“wow semua awannya berubah!”seruku.
“coba lihat yang sana. Awan itu berbentuk apa?”tanya chris padaku.
“ehm..apa ya! Oh yach itu bentuk kelinci. Lihat kupingnya panjang banget. “aku semakin bersemangat mencari awan yang berbentuk hewan.
Semua awan berubah menjadi hewan yang lucu di langit. Aku mencari-cari awan dan setelah aku bisa memastika itu hewan apa, aku tertawab sendiri.
“kamu suka?”tanya chris padaku.
“suka banget!”seruku dan tetap memandang ke langit.
“ini sebabnya aku senang kesini. Karena hanya awan-awan itulah yang bisa menghibur aku waktu sedih.”ucapnya.
“chris lihat yang itu.”tunjukku padanya. “yang itu tiba-tiba menghilang!”seruku padanya.
“ya memang seperti itu, setelah yang satu menghilang akan ada awan yang akan menggantikannya.”jelasnya.
“makasih ya!”ucapku dan memalingkan wajahku padanya. Chris hanya tersenyum manis padaku.
Chris mulai menhapiriku dengan pandangan yang sangat aneh sekali. Ku alihkan pandanganku kearah yang lain. tapi chris memegang wajahku dengan kedua tanganya yang begitu dingin. Dinginnya tangan chris seperti menusuk ke dalam tulang-tulang wajahku. Ku alihkan pandangan mataku ke arah kiri dan kanan, tapi matanya begitu tajam sehingga aku tak mampu lagi mengalihkan pandangan mataku dari wajahnya. Wajahnya begitu dekat dan hembusan nafasnya begitu hangat.
I think I'm drowning
Asphyxiated
I want to break the spell
That you've created

You're something beautiful
A contradiction
I wanna play the game
I want the friction
Terdengar lagu muse dari dalam tasku. Ku palingkan wajahku dari chris dan segera membuka tasku. Ku temukan hpku yang berbunyi dan segera ku tekan tombol berwarna hijau.
“hallo.”sapaku.
“jessy kamu sekarang dimana?”tanya Julian dengan panic.
“aku masih disekolah!”jawabku.
“sekarang kamu tunggu aku di tempat parkir. Aku akan segera kesana!”perintah Julian dari balik telepon.
“kamu kenapa kelihatan panik sekali?”tanyaku dengan heran.
“pokoknya sekarang kamu tunggu aku!”serunya.
Tut…tut..terdengar bunyi telepon di tutup.
“jessy ada apa?”tanya chris.
“aku juga tidak tahu, tapi Julian menyuruh aku untuk menunggu dia di parkiran.”jelasku pada chris.
“ya sudah sekarang kita ke parkiran saja kalau begitu.”kami akhirnya pergi menuju parkiran.
Setelah beberapa menit kami menunggu, akhirnya Julian datang juga. Dengan cepat dia berhenti di depan sekolah, Julian datang menghapiri aku dengan nafas yang tak beraturan.
“jessy sekarang kamu naik ke mobil.”mintanya padaku. ku ucapkan salam perpisahan pada chris. Dan setelah aku masuk kedalam mobil chris kemabli kedalam sekolah.
“Julian ada apa sih?”tanyaku pada Julian. tapi dia tidak menjawab aku sedikit pun.
Setelah sampai di depan rumah, Julian mengantar aku sampai kamar. Tidak biasanya dia bertinkah seperti ini. Dalam kebingungan aku hanya dapat bertanya-tanya dalam hati.
“jessy kamu jangan keluar keluar kamar sampai besok pagi!”perintahnya.
“tapi aku mau beli sesuatu.”
“kamu mau beli apa?”
“aku beli pembalut.”ucapku dengan nada yang hampir tidak kedengaran.
“baiklah, aku akan beli! Tapi kamu jangan keluar kamar.”mintanya padaku.
Aku sama sekali tidak mengerti dengan semua yang terjadi sekarang ini. Entah kenapa aku menuruti semua yang di perintahkan Julian padaku. di luar kamar aku bisa mendengar sedikit pembicaraan Julian dengan bu dewi. Tapi aku sama sekali tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.
“bu tolong jaga jessyca ya! Jangan biarkan dia keluar kamar dan menonton tv.” Minta Julian dengan panik.
“baik tuan!”ucap bu dewi.
“semua alat elektronik di kamar jessyca sudah aku pindahkan, jadi dia tidak akan bisa mendengar berita itu!”
“saya mengerti tuan.”
“saya akan pergi ke supermarket untuk membeli sesuatu untuk jessy.”Julian pergi dengan mobilnya dan melaju dengan kecepatan kira-kira 80km/jam. Aku hanya dapat melihat keluar masuk mobil-mobil yang tidak aku kenal.
Kamarku telah di kunci Julian dan aku meminta kepada bu dewi untuk membuka pintu tapi kuncinya di bawa oleh Julian. entah apa yang ingin di sembunyiin oleh Julian. sampai malam Julian tidak membukan pintu setelah dia memberikan titipanku padanya. Dalam kesunyian aku terlelap dalam kamar, aku tak dapat mendengar apa yang sedang dibicaran orang banyak di luar sana.
Kepergian seorang ayah
Pagi sudah datang, ku ambil handuk dan segera mandi. Setelah semua sudah siap, aku turun ke ruang makan untuk serapan. Pagi ini aku hanya serapan sendiri karena papa sedang pergi.
“pagi jessy.”sapa jullian.
“Julian kamu tidur disini?”tanyaku kaget saat melihat dia datang dari kamar tamu.
“untuk sekarang aku akan tinggal disini, sampai pak adam datang!”jelas Julian.
“kamu sudah siap untuk berangkat?”tanya jullian padaku. lagi-lagi aku lihat ada yang eneh dengan wajah Julian.
“aku siap!”jawabku. ku ambil sandwich dari piring dan ku makan dalam mobil.
“nanti aku jemput setelah selesai ujian!”beritahu Julian padaku setelah sampai di depan sekolah.
“baiklah!”ucapku padanya.
“jessy…!”panggil Julian saat aku keluar dari mobil.
“kenapa?”tanyaku.
“tidak apa-apa. ya sudah sana nanti kamu telat masuk ujian lagi!”seru jullian padakku dari dalam mobil.
aku berjalan di lorong ruangan, semua siswa-siswi melihat kearahku. Aku tak mengerti apa yang mereka lihat dari aku sekarang ini. Ku kerjakan semua soal dengan baik, karena hari ini mata ujiannya adalah bahasa inggris. Aku dan chris tidak saling menyapa hari ini, maria juga menghindari aku dari tadi pagi. Semua orang begitu aneh pagi ini, aku tak bisa memahami semua ini.
Bunyi bel telah terdengar kembali. Aku merapihkan kertas ujian dan kertas soal. Semua siswa dan siswi berteriak-teriak kegirangan, aku pun terhanyut dalam kegirangan semua siswa. Maria datang menghapiri dan memeluk aku dengan riang.
“akhirnya selesai juga ujian kali ini!”serunya padaku.
“iya betul sekali, tidak ada lagi belajar mulai sekarang. Yang ada hanya jalan-jalan keluar sampai malam dan pergi menonton konser di singapure dalam waktu dekat ini.”seru ku pada maria.
“jessy aku turut berduka cita!”ucap salah seorang murid dari kelas 3A.
“berduka cita? Memang siapa yang meninggal?”tanyaku pada siswi itu.
“kamu tidak tahu ya?”tanya siswi itu padaku. tapi aku melihat maria menyenggol siswi itu dengan sikutnya dan dia pergi meninggalkan kami.
“aku tak megerti apa yang dia bilang.”ujarku pada maria.
“aku juga tidak mengerti!”timpalnya.
“tapi sepertinya kamu tahu sesuatu.”
“aku tidak mengerti maksud kamu?”
“pagi ini semua orang terlihat aneh sekali, Julian, bu dewi, kamu dan semua orang di sekolah ini.”jelasku pada maria.
“chris kamu pasti tahu sesuatukan?”tanyaku padanya.
“aku tidak mengerti apa-apa.”jawabnya.
“lalu apa yang kalian sembunyikan dari aku?”tanyaku setengah emosi.
“tidak ada apa-apa.”jawab maria dan chris secara bersamaan.
“dari tadi jawabnya tidak ada apa-apa! tapi lihat wajah kalian, kalian seperti menyembunyikan sesuatu dari aku.”ucapku dengan nada keras.
“maria kamu tenang dulu. Kami tidak menyembunyikan apa-apa dari kamu.” Sekarang semua orang sudah melihat kearah ku dan maria.
“memang kamu tidak di beri tahu kalau papa kamu mengalami kecelakaan di Monaco?”tanya seorang siswa dari depan pintu.
Aku seperti tersambar petir yang sangat dasyat.
“apa kamu bilang?”tanyaku pada siswa itu dan mulai mendekati dia.
“kamu tidak lihat berita ya! Semua stasion televisi menyiarkan berita tersebut.”lanjutnya.
“apa?”tanyaku dengan lutut yang melemah.
Rasanya aku ingin sekali pingsan, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. ini kenyataan bukan mimpi. Aku terjatuh lemas di atas lantai, tapi dengan cepat chris menangkap badanku yang sudah lemas.
“jessy sabar ya!”minta maria padaku. “kamu harus kuat, aku tahu kamu orang yang bisa melalui ini semua dengan baik.”lanjut maria.
“jessy kamu harus sabar!”chris memangku badanku yang sudah lemah tak berdaya.
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi selain menangis. Air mataku mengalir dengan deras membasahi pipiku. Tangan chris begitu dingin berusaha mengangkat badanku untuk berdiri. Tapi ternyata aku tak mampu untuk berdiri, chris menggendong aku dan mendudukkan aku di sebuah kursi yang keras.
Chris menghapus airmata ku dengan tangannya dan menyangga tubuhku dengan pundaknya. Aku menangis tanpa menguluarkan suara sedikitpun, tapi hatiku menangis dengan suara yang begitu menggelegar. Aku baru mengerti kenapa aku tidak boleh keluar kamar dan semua alat komunikasi di pindahkan dari kamarku. Julian sangat kejam, dia harusnya memberitahukan ini padakku kemarin. Kenapa dia tidak memberitahukan semua ini padaku? batinku.
“jessy kamu kenapa?”tiab-tiba Julian sudah ada di ruang ujian.
“kemu jahat Julian! kamu kejam!”teriakku padanya dengan sekkuat tenaga aku berdiri dan menghampirinya kemudian memukul Julian dengan sangat keras.
“jessy..jessy..!”ucapnya dan kemudian memeluk aku dengan erat. Aku menangis dengan kecang sekarang.
“kamu kejam!”teriakku. semua anak yang ada di ruangan terkejut saat aku tiba-tiba berteriak.
“jessy kamu tenang dulu!”minta julian padaku. tapi aku tak menghiraukan apa yang dikatakan Julian. aku tetap memukul Julian.
“kenapa kamu tidak beri tahu aku? Kenapa kamu sembunyikan semuanya dari aku? Papa sudah pergi, sekarang aku harus bagaimana?”
“jessy!”Julian kembali memeluk tubuhku yang sudah gemetaran.
“jawab Julian, aku harus bagaimana sekarang? Dulu mama pergi dan sekarang papa, lalu siapa lagi yang akan pergi meninggalkan aku?”ucapku dengan suara yang hampir tidak terdengar oleh siapapun.
“jessy kamu tidak boleh berkata seperti itu. Kamu masih punya aku, dan aku akan selalu ada untuk kamu!”ucapnya sambil mengelus rambutku.
Chris dan maria tidak beranjak dari tempat mereka, chris melihat aku dengan wajah kasihan. Mungkin di otaknya sekarang sedang mengolok aku, dulu aku begitu tomboy dan terlihat begitu berani. Tapi sekarang dia melihat aku seperti anak kecil yang menangis dengan suara kencang.
Julian memapah aku berjalan di lorong kelas, semua anak melihat aku dengan wajah kasihan dan ada juga yang menangis. Maria dan chris mengikuti Julian berjalan menuju mobil Julian. Julian menghidupkan mobilnya dari jarak jauh sambil memopoh badanku yang sudah tak bertenaga. Dengan segera chris mengambil alih badanku dan jullian menyetir di depan. Maria duduk disampingkku sambil mengelus-elus rambutku.
Aku belum bisa menerima apa yang sedang terjadi, aku tak dapat memepercayai ini semua. Kenapa begitu cepat papa di panggil oleh Tuhan? Aku belum bisa memberikan yang terbaik untun papa, padahal aku dan papa baru berbaikan setelah beberapa tahun tidak perna pergi piknik bersama. Apa yang akan kulakukan setelah ini? Apa aku bisa melanjutkan hidupku? Batinku.
Sekarang maria ikut menangis melihat aku yang sudah tidak sanggup melakukan apapun. Lagi-lagi air mataku tak bisa berhenti, aku teringat semua yang baru saja kami lalui beberapa hari yang lalu. Rasanya mobil ini tidak bergerak, kenapa rasanya begitu lambat? Aku ingin segera melihat papa. Dalam perjalanan aku tak mengucapkan satu patah katapun, otakku hanya mengingat masa lalu yang tidak ingin aku ingat kembali. Semua kenangan saat aku berantam dengan papa, saat semua perdebatan-perdebatan yang berakhir dengan pengalahanku. Aku selalu kalah debat dengannya dalam segala hal.
Setelah begitu lama dalam mobil, akhirnya Julian berhenti juga. Ku lihat kekanan dan kekiri, ternyata sudah banyak orang yang datang untuk melayat. Aku melihat banyak sekali karangan bunga yang menunjukkan tulisan ikut berduka cita. Julian keluar mobil dan membantuku keluar dengan pelan-pelan. Chris dan maria berada tepat dibelakangku. Ku ikuti Julian berjalan memasuki rumah, dari depan pintu aku dapat melihat sebuah peti yang besar.
“papa….!”aku berteriak menghampiri peti tersebut. Julian tidak dapat menghentikan langkah kakiku. “papa..papa..bangun. papa tidak boleh tinggalin jessy secepat ini!”seruku di samping peti papa.
Aku melihat wajah papa yang sudah pucat pasi berada di dalam peti yang begitu mewah dan berwarna coklat. Julian memegang tubuhku yang mulai merosot kelantai. Semua orang yang ada diruangan ini sekarang melihat ke arahku dan Julian. aku menangis melihat wajah papa, aku teringat waktu mama juga berada dalam peti yang berwarna sama. Aku melihat wajah papa berganti dengan wajah mama. Aku semakin kencang menangis dan terjatuh diatas lantai yang begitu dingin.
“jessy sudah! Sekarang kamu harus merelakan pak adam pergi. Biarkanlah beliau pergi dengan tenang. Sekarang petinya akan ditutup dan segera dibawa ke tempat peristirahatanya yang terakhir.” Mendengar kata-kata Julian aku semakin tak bisa menahan air mataku yang mengalir.
Petugas untuk menutup peti maju mendekati peti papa dan mulai menutupnya dengan peralatan lengkap. Aku berteriak-teriak untuk tidak ditutup, tapi Julian menahan tubuhku dengan sangat kuat. Aku tak dapat melihat ini semua untuk kedua kalinya. Dengan cepat semua petugas itu sudah selesai menutup peti dan segera membawa peti itu keluar dan memasukkan kedalam mobil ambulans. Julian memapah aku untuk masuk kembali kedalam mobilnya yang didalamnya sudah ada maria dan chris. Aku tak bisa menahan tangisku, hati hancur, harapanku hancur, tak ada yang tersisa dari semua ini. Yang ada hanyalah kesedihan yang mendalam.
Sesampainya di pemakaman umum, chris membantu aku keluar mobil. Aku masih belum bisa untuk berjalan sendiri. Semua murid-murid st. regina sudah ada di dekat pemakaman. Mereka semua mengenakan baju berwarna hitam dan lengkap dengan paying dan kacamata hitam mereka. Karena siang ini matahari bersinar dengan terang dan menyengat. Berbeda dengan hati sekarang ini yang sedang mendung dan turun hujan.
Dengan segera petugas sudah menurunkan peti dengan hati-hati, sebelum pelemparan tanah pertama seorang pastor membacakan doa terlebih dahulu. Aku tak dapat mendengar dengan jelas doa seperti apa yang dibacakan pastor tersebut. Aku hanya bisa menahan tangisku yang tak tertahankan lagi. Aku masih menggunakan seragam karena tidak mau melewatkan sedikitpun waktu yang tersisa melihat wajah papa. Setelah pastor selesai membaca doa, Julian mengambil tanah segenggam dan memberikannya padaku. ku lempar dengan sekuat tenaga dan kemudian petugas segera melemparkan tanah dengan mengunakan cangkul. Aku berlutut di depan kuburan sambil menangis, aku tak bisa melihat papa diperlakukan seperti itu. Aku berharap papa akan bangun dari dalam peti dan memecat semua orang yang telah mengira kalau papa sudah meninggal. Aku terisak-isak menahan tangisanku.
Setelah semua sudah berakhir Julian membawa aku pulang, maria dan chris sudah pulang dengan teman-teman yang lain.
“jessy, kamu harus makan.” Minta Julian dengan menyodorkan makanan padaku.
“kamu pulang saja, aku sedang tidak lapar.”aku menyodorkan kembali makanan itu pada Julian.
“kamu tidak boleh seperti ini, pasti pak adam sedih melihat kamu seperti ini.”
“lalu aku harus bagaimana?”aku kembali mengeluarkan air mata.
“kamu harus merelakan beliau pergi, dan kamu masih bisa melakukan banyak hal.”
“apa yang bisa kulakukan sekarang?”
“kamu bisa kuliah ke Milan. Dan kuliah dengan baik disana, buktikan kepada pak adam kalau kamu bisa hidup tanpa mereka!” aku menangis memeluk Julian. “aku yakin kamu pasti bisa, kemana jessyca adam yang selama ini? Jessyca yang aku kenal bukan seperti ini. Walaupun jessyca mempunyai banyak masalah tapi jessyca selalu bisa melalui semuanya dengan baik. Aku yakin itu!” lanjutnya padaku seraya meberikan semangat padaku.
“apa itu bisa aku lakukan?”tanyaku padanya.
“ia kamu pasti bisa.”Julian melepaskan pelukanku dan memandangi wajahku yang penuh dengan air mata. Julian menghapus airmataku dengan jari-jari tangannya yang lentik. “senyum dong!”pintanya padaku. kulakukan semua yang diperintahkan Julian malam ini, karena Julian tidak akan pulang kerumahnya. Aku tak mungkin menolak perintahnya sekarang karena yang aku punya tidak ada lagi di dunia ini. Ku harap Julian tidak perna meninggalkan aku sendirian. Dalam malam yang tak berbintang aku terjaga sampai pagi, Julian berada di sampingku untuk selalu menemani aku.








Pergi ke Milan
Beberapa hari ini aku tidak pergi kesekolah, maria tak henti-henti meneleponku setiap hari. Kemarin maria dan chris juga datang melihat kondisiku, tapi aku enggan untuk bertemu mereka. Maka ku suruh bu dewi untuk menyuruh mereka pulang dengan alasan aku sedang pergi keluar bersama Julian. bukannya aku tidak mau ketemu mereka tapi aku belum siap untuk bersikap seperti biasa. Setelah mereka melihat aku dengan wajah yang penuh airmata dan sekarang aku tidak tahu harus bersikap seperti apa kepada mereka semua.
Pertunangan jullian yang direncarakan kemarin juga gagal karena aku. Aku tak tahu harus bagaimana terhadap Julian, aku sudah katakana tidak apa-apa aku hidup sendiri untuk sekarang ini. Tapi Julian tidak menghiraukan perkataanku dan dia tetap membatalkan pertunangannya dengan bu fanny. Dalam otakku aku berfikir kalau bu fanny pasti benci sekali terhadapku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa untuk Julian sekarang ini, kelak aku akan membalas semua pengorbanan Julian kepadaku. Semua yang dia lakukan lebih dari seorang ayah, ibu terhadap anaknya. Dia adalah matahari untuk aku, yang selalu bersinar sampai aku menutup mata.
Hari ini ada acara perpisahan di sekolah untuk semua siswa-siswi kelas tiga st. regina. Aku sudah janji pada maria untuk datang dan aku tak mungkin mengingkari janji padanya setelah dia berbuat banyak untukku selama ini. Dengan segera aku mempersiapkan diri untuk menghadiri pesta yang sekali dalam hidup ini. Aku tak mungkin bisa mengulang masa-masa sekarang disuatu saat nanti. Dengan kebaya lengkap dan selana panjang aku berangkat diatar pak ujang. Hari ini Julian sudah menjadi assiten baru duta besar yang baru yang merupakan pengganti posisi papa yang ditinggalkan.
“jessy akhirnya kamu datang juga!”maria berlari menghapiri aku dan langsung memeluk aku dengan erat.
“maria kamu kenapa sih?”aku berusaha melepaskan pelukana maria, tapi aku tak berhasil. Maria terlalu erat memeluk sehingga aku tak dapat melepaskannya. “ maria kamu bisa lepasin tidak? Aku tidak dapat bernafas nih.”akhirnya dengan berlahan-lahan maria melonggarkan tangannya dan akhirnya di lepas.
“aku senang bangat melihat kamu sekarang ini!”maria memegang tangaku. Semua anak yang ada di sekitar kami sekarang melihat ke arah kami. Dari kejauhan aku dapat melihat chris sedang mempersiapkan pertunjukan untuk semua yang datang ke acara ini. Mungkin band chris akan tampil diacara ini, tapi biasanya band chris selalu tampil kalau ada acara di sekolah. Aku dan maria mencari tempat untuk duduk di dalam kerumunan orang banyak.
“selamat pagi semua!!!!” seorang anak perempuan menaiki panggung bersama dengan pria yang mengenakan kemeja berwarna biru muda.
“pagi!”semua orang menjawab sapaan perempuan tersebuat dengan suara keras. Aku duduk tenang mendengarkan kata demi kata yang diacapkan oleh MC tersebut.
Yang pertama di panggil oleh MC adalah kepala sekolah untuk memberikan kata pembukaan serta doa pembukaan. Semua orang ikut serta dalam doa bu dewi yang berdiri di panggung dengan kemejanya yang berwarna kuning dan celana panjang berwarna putih.
“oke.. untuk memulai acara pagi hari ini, kita sambut dengan meriah band yang di gawangi oleh chris “Friday”!” ucap sang MC setelah bu dewi menuruni tangga panggung, semua orang bersorak saat ketiga personil memasuki panggung dengan kostum mengenakan kemeja berwarna putih polos.
Meraka langsung mengambil posisi masing-masing dan segera membawakan sebuah lagu yang berjudul Fallin in love lagu yang telah di populerkan oleh jrock tersebut. Mereka membawakan lagu itu dengan sangat baik, tak kalah bagusnya dengan jrock. Suara chris begitu khas sehingga lagu itu terdengar sangat indah dan berbeda dengan penyanyi aslinya.
Sebelum mereka menyelesaikan lagu mereka aku beranjak dari tempat dudukku dan meninggalkan maria sendiri. Aku berjalan di sekitar sekolah dan menikmati pemandangan yang tidak perna terlupakan olehku untuk selamanya. Dari kejauhan aku mesih bisa mendengar suara chris bernyanyi dengan lantang.
“ternyata kamu ada disini.”chris menghampiri aku yang sedang duduk diatas kursi tua, tempat aku dan chris melihat awan-awan yang selalu berubah bentuk. “ada sesuatu yang ingin aku sampaikan pada kamu.”
“bilang saja!”
“aku cinta sama kamu!”aku seperti tersambar sebuah petir yang begitu dasyat. Ku palingkan wajahku untuk melihat wajah chris.
“jangan bercanda kamu.”
“aku tidak bercanda, aku serius. Aku tidak mau menutupi ini semua untuk selamanya. Aku ingin kamu tahu bahwa aku cinta sama kamu.” Aku sama sekali tidak menyangka bahwa chris mencintai aku. Selama ini aku meresa dia tidak lebih dari seorang teman biasa untuk aku.
“tapi maaf aku tidak bisa membalas cinta kamu!”aku melihat maria menghampiri kami berdua. “mungkin kamu tidak menyadari kalau ada seseorang yang telah mencitai kamu sejak lama.”
“apa? kenapa kamu bisa mengatakan hal seperti itu?”
“maria suka sama kamu sejak kalian masih kelas satu dan sampai sekarang maria tetap cinta sama kamu walaupun dia sering kalian perlakukan dengan sewenang-wenang. Tapi dia tidak perna membenci kamu sedikit pun.” Maria terpaku mendengar kata-kata yang telah ku ucapkan kepada chris. Mungkin dia bisa menutupi dari semua orang tapi aku tak bisa di bohongi dengan mudah olehnya. Akku melihat setiap maria memandang chris begitu berbeda.
“maria tunggu!”aku memanggil maria yang ingin meninggalkan kami berdua. Chris membalikkan badannya dan melihat maria berdiri di belakangnya.
“apa itu benar?”tanya chris pada maria. Maria merasa ketakutan dengan pertanyaan chris sehingga dia tak berani menjawab pertanyaan itu.
“maria katakana apa yang kamu rasakan sekarang. Mungkin kalian tidak akan bertemu lagi, sebelum terlambat kamu katakana saja apa yang ingin kamu katakana.”maria semakin terdesak dengan perkataanku.
“maaf, memang dari dulu aku suka sama kamu!”dengan penuh keberanian maria mengatakan hal tersebut, walaupun seluruh badannya gematar.
“apa?”chris tidak mempercayai perkataan maria dan berusaha mencerna perkataan maria satu demi satu.
“setiap kamu makan, berjalan, belajar aku selalu memperhatikan kamu!”dengan wajah merah maria memberitahukan isi hatinya yang sesunggunya.
“kenapa kamu tidak perna mengatakan itu sebelumnya?”
“aku takut kalau kamu akan membenciku, aku hanya seorang anak kutu buku dan tidak seperti gadis lainnya.”
Ku biarkan mereka membicarakan perasaan mereka masing-masing. Aku langsung kembali pulang karena aku harus mempersiapkan barang-barang yang harus ku bawa ke Milan. Besok jam 13.30 aku akan terbang ke Milan, Julian sudah mempersiapkan semua untuk kepergian ku.
Keesokan hari aku dibangunkan oleh bu dewi, setelah mendengar suara Julian yang sudah subik di bawah aku segera mandi dan mempersiapkan diri untuk berangkat. Maria dan chris akan ikut mengantar aku ke bandara soekarno hatta, aku tak mungkin meninggalkan mereka tanpa sepatah kata setelah apa yang meraka lakukan untuku. Chris sudah mengerti kenapa aku harus menolak cintanya padaku, dan untungnya dia dapat mengeerti dengan hati yang lapang. Mungkin maria adalah wanita yang terbaik untuknya.
“jessy kamu lama banget, nanti kamu terlambat pesawat loh!”Julian membantuku memasukkan barang-barang ku kedalam tas gendongku yang berwarna hitam.
“ia aku sudah siap kok!”ucapku sambil membantu membereskan kamar.
“sudah sana kamu sisiran dulu, lihat rambutmu berantakan sekali!”aku mengikuti titah Julian dengan baik. Mungkin ini adalah hari terakhir aku berada di dalam kamar ini. Apa aku akan kembali lagi kerumah ini? Batinku.
“oke! Aku siap untuk berangkat.”aku mengabil tas yang berada di atas tempat tidur dan segera menggendong tas tersebut yang berisi beberapa perlengkapanku. Dengan berlari kecil aku menuruni tangga, dari atas aku sudah dapat melihat dua orang yang tidak asing dalam hidupku.
“jessy kamu harus kembali lagi ke sini ya.”maria menyambut aku dengan pelukan hangat.
“tenang saja aku pasti kembali.”jawabku membalas pelukannya.
“sudah-sudah kita harus berangkat sekarang!”ucap Julian seraya berjalan menuju mobil yang sudah berada di depan rumah. maria dan chris mengikuti Julian dan membuka pintu mobil.
“bu makasih ya buat semuanya, jessy tidak akan melupakan semua yang telah ibu lakukan buat jessy.”ucapku dengan memeluk bu dewi yang sudah parobaya tersebut.
“non jessy disana harus makan tiga keli sehari, tidak boleh telat nanti non bisa sakit!”bu dewi mengingatkan aku dengan baik. Soalnya dia tahu kalau aku paling susah disuruh makan.
“tenang saja bu, jessy akan selalu ingat kata-kata ibu dech!”aku tersenyum pada bu dewi untuk terakhir kalinya. Aku segera masuk ke dalam mobil dan Julian melaju dengan kecepatan sekitar 80km/jam.
Didalam mobil maria tidak hentinya memeluk dan mengoseh seperti burung beo yang sedang lapar. Aku hanya dapat berkata iya padanya, karena kalau aku tidak menjawab maka ia akan mengatakan hal yang sama untuk berulang kali. Julian tak berkata apa-apa selama perjalanan, fikiran dan matanya fokus kearah jalan raya. Dari dalam mobil aku dapat melihat tulisan soekarno hatta dengan tulisan besar, ini tandanya kami telah berada dalam kawasa bandara. Hati berdenyut kencang Julian yang sedang menyetir, mungkin ini pertemuan kami untuk terakhir kalinya. Karena tugas yang diberikan papa padanya selesai sampai disini. Setelah sampai di parkiran Julian mengeluarkan koperku dari bagasi, aku maria dan chris mengikuti Julian dengan berjalan bersama.
“jessy sampai jumpa ya!”ucap chris mendadak berhenti di depan petugas bandara.
“jessy kamu harus kembali ya!”ucap maria dengan menangis. Aku memeluk maria untuk terakhir kalinya.
“makasih buat kalian berdua, karena kalian telah menjadi sahabat terbaik aku selama ini.”aku memandangi mereka berdua secara bergantian. Maria tidak berhenti menangis saat melihat aku memasuki bandara. Julian ikut menemaniku sampai di ruang tunggu. Lagi-lagi aku tak dapat mengucapkan sepatah katapun dari mulutku terhadapa Julian. Julian hanya duduk disampingku dengan tenang dan santai.
“jessy pesawat kamu akan take off, kamu hati-hati disana ya!”ujar Julian dengan sangat dingin. Aku menahan air mataku dengan sekuat tenaga, aku melihat Julian pergi meninggalkan aku diruang tunggu.
“Julian!”seruku dari kursi. “Julian makasih untuk semuanya.”aku berlari menghampiri Julian dan memeluknya dengan erat. “Julian jangan lapain aku ya.”bisikku padanya. Julian membalas pelukanku dengan mengelus pundakku kemudian melepaskan pelukanku dan menatap aku dengan pandangan yang begitu berbeda dengan yang biasanya.
“aku tak akan perna melupakan kamu untuk selamanya! Sekarang kamu harus pergi, karena pesawat kamu sudah mau terbang.” Ucapnya setelah mendengar suara seorang wanita memberitahukan kepada semua penumpang garuda boing 1753 akan segera terbang.
Aku tak bisa menahan genangan airmata yang sudah membanjiri kedua pipiku. Ku lepaskan tangan Julian dengan sangat berat hati. Dengan linangan airmata aku menuju pesawat dan duduk di kursi yang semestinya. Aku terfikir untuk turun dari pesawat dan tetap tinggal di Indonesia, tapi aku teringat kembali kepada almarhum mama yang ingin aku menjadi seorang yang sukses dalam bidangnya. Perjalanan menujuh milang kurang lebih delapan jam. Setelah sampai di bandara internasional italia aku segera mencari taksi untuk menuju kota Milan. Aku dapat melihat bagunan-bagunan yang begitu indah. Taksi berhenti di depan sebuah gedung tinggi dan menurunkan aku di depan gedung tersebut, aku masuk dengan sedikit keragu-raguan tapi aku tetap melangkahkan kedua kakiku untuk maju. Didepan ada seorang resepsionis yang cantik sedang melayani tamu pria dengan pakaian rapih. Setelah pria itu meninggalkan meja resepsionis aku melangkah mendekatinya untuk menanyakan ruangan yang akan ku tinggali untuk beberapa waktu. Dengan ramah resepsionis melayaniku, dengan segera seorang pria datang membantu aku untuk mengangkat koperku kedalam apertement yang telah di pesan oleh Julian.
Tiga tahun kemudian
Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun telah kulalui di kota ini. Aku telah kuliah semester enam dan menemukan teman baru. Sesekali aku menelepon maria untuk sekedar mengetahui kabarnya. Dan menurut kabar yang terbaru adalah chris dan maria sekarang berpacaran. Aku sangat senang sekali mendengar kabar itu, sedangkan kabar Julian aku tidak perna tahu. Kata bu dewi terakhir Julian datang kerumah adalah satu tahun yang lalu, dan sampai sekarang ini Julian tidak perna datang lagi.
Dengan hiruk pikuk kota Milan aku berjalan di antara orang-orang berambut pirang dan berkulit putih ini. Dengan perut lapar ku percepat langkah kakiku untuk segera menuju restoran yang berada di tepi jalan. sesampainya di restoran tersebut aku menuju kursi kosong dan segera duduk diatasnya. Semua orang terlihat dangat menikmati hidangan koki restoran ini. Memang restoran ini sangat terkenal dengan spageti dan capucinonya yang begitu nikmat. Setiap kali aku datang kesini aku selalu memesan spageti dan lemontea, dan dari dulu memang minuman favorit ku adalah es lemontea. Sambil menunggu pesanan datang ku buka smartbook-ku dan segera membuka email tapi sampai sekarang Julian juga tidak memberikan balasan atas email yang telah aku kiran enam bulan yang lalu. Dengan kecewa ku otak-atik semua samrtbook-ku.
“maaf, apa saya boleh duduk di sebalah sini?”tanya seseorang padaku.
“silahkan!”jawabku dengan tetap menlanjutkan aktifitasku. Mataku tertuju pada smartbook dan asyik melakukan obrolan dengan teman-temanku yang sedang berada di kampus. Aku tertawa sendiri saat membaca beberapa lelucon dari mereka.
“maaf, kalau boleh tahu asal kamu dari mana?”
“dari Jakarta!”jawabku singkat.
“jakartanya dimana?”lanjutnya. saking jengkelnya aku ingin melempar dia dengan gelas yang ada dihadapanku.
“Julian….!!!!!!”jeritku setelah melihat wajah seorang pria yang tidak asing lagi. Yang tadinya aku ingin melempar dia dengan gelas tapi sekarang aku malah ingin memeluknya.
“hai jessy, bagaimana kabarmu sekarang?”tanya Julian dengan semyum manisnya.
“baik-baik saja!”jawabku. karena aku tak bisa menahan rasa rinduku padanya aku berdiri dan tanpa aba-aba aku langsung saja memeluknya dengan erat sampai Julian harus melonggarkan tangankku dari badannya.
“jessy kamu jangan seperti ini.”Julian berusaha melepaskan tanganku.
“aku kangen banget sama kamu Julian.”ujarku dan melepaskan tangaku dari badannya. Ku perhatikan Julian dari ujung kaki sampai ujung rambut. Tapi sampai sekarang aku tak menemukan sesuatu yang berbeda darinya.
“bagaimana kuliah kamu?”
“baik. Satu semester lagi mungkin aku akan wisuda.”jawabku dan kembali ke kursi-ku. aku masih belum bisa mempercayai Julian berada di depanku, ini bagaikan mimpi disiang hari saja untukku.
“kamu suka disini? Apa kamu makan tiga hari sekali seperti pesan bu dewi?”tanyanya padaku dengan melihatku badanku yang tidak berubah.
“kamu masih ingat pesan bu dewi??”tanyaku kaget. padahal itukan sudah berlalu tiga tahun yang lalu. Batinku.
“tentu saja aku mengingat semua tentang kamu.”jawabnya. aku seperti tersambar petir mendengar jawaban dari Julian. ku fikir Julian sudah tidak memingat aku selama ini, tapi sekarang dia berkata seperti itu. Aku sungguh ak percaya semua ini.
“apa yang sedang kamu lakukan disini? Apa duta besar sekarang ada disini?”
“tidak, aku datang kesini untuk melihat keadaanmu.”
“apa?”tanyaku kaget.
“memang aku tidak boleh menjenguk kamu sekarang? Jangan-jangan kamu sekarang sudah ada yang jagain!”sindirnya padaku.
“tidak ada!”jawabku buru-buru.
“baguslah kalau begitu. Berarti aku masih punya kesempatan.”ujarnya.
“apa maksudnya?”
“tidak ada!”jawabnya dengan tertawa kecil. Kami makan sambil berbincang-bincang tentang kehidupan kami masing-masing. Aku menceritakan tentang perjalanku selama tiga tahun di Milan, dan Julian memceritakan tentang pekerjaan dan bos barunya. Julian menceritakan negera-negara yang perna dia kunjungi dengan pak dubes yang baru. Tapi Julian sempat memberitahuku bahwa tidak ada dubes yang lebih baik daripada papaku, aku tidak tahu itu sungguhan atau sekedar menghibur aku. Tapi aku senang Julian berkata seperti itu, walaupun itu hanya sekedar pujian.
“jessy apa boleh aku bertanya sesuatu.”tanya Julian saat kami berjalan kaki menuju apertementku.
“silahkan.”jawabku.
“apa kamu sudah punya pacar?”tanya Julian dengan mantap. Aku sedikit terkejut mendengar pertanyaanh Julian tapi sepertinya hati sangat bahagia mendengar pertanyaan itu.
“belum!”jawabku dengan cepat dan tersenyum kecil padanya.
“bolehkah aku suka sama kamu?”tanyanya dengan sedikit ragu-ragu. Aku hanya tersenyum manis padanya tanpa memberikan sebuah jawaban. Ku harap Julian mengerti dari senyum yang keberikan padanya. Aku juga tidak tahu sejak kapan aku menyukai sosok Julian yang begitu keras terhadapku. Apa mungkin karena dia adalah segalanya bagiku sekarang atau karena dia begitu tampan dan begitu perhatian padaku! aku tidak peduli alasannya, yang pasti sekarang aku cinta dengan Julian sampai kapanpun.
Dengan sedikit menjinjit ku cium pipi Julian dan kemballi tersenyum padanya. Semua orang yang berada di jalan ini menjadi saksi atas cintaku kepada Julian. seorang asisten duta besar yang selalu memarahi aku setiap aku melakukan sedikit kesalah. Julian mengengam tanganku dengan erat dan melanjutkan perjalan kami menuju apertement dan menuju hidup baru. Ku harap almarhum papa dan mama bahagia di alam sana karena mereka tidak perlu lagi mengkwatirkan diriku yang sekarang ini. Karena aku sekarang sudah ada yang melindungi, papa selalu kwatir dengan masa depanku. Aku sekarang dapat berkata pada papa bahwa aku sekarang sudah bisa hidup mandiri dan sudah dapat meraih semuanya dengan baik. Jadi mereka tidak perlu lagi kwatir terhadap aku.
Dari dalam hati ku doakan kedua orang tuaku dan kuharap mereka bahagia di dunia sana.
tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar